Keriuhan
Pilkada DKI Jakarta baru saja usai. Beruntung kita mengenal metode hitung cepat
atau Quick Count hingga tidak perlu
menunggu terlalu lama untuk mengetahui siapa pemenang dari perhelatan 5 tahunan
ini. Dari hasil hitung cepat yang disajikan oleh berbagai lembaga survey,
tampak dengan jelas dan meyakinkan, kemenangan pasangan Anies-Sandi atas
pasangan yang diusung oleh koalisi PDIP, Golkar dan Nasdem. Dan segera, setelah
publik mengetahui hasil hitung cepat tersebut, beragam, komentar, ucapan dan
pendapat dari warga masyarakat bermunculan. Ada yang pro atau berpendapat
positif, ada pula yang masih nyinyir.
Bagi
mereka yang jagoannya menang, tentu komentar yang berupa puja puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah pemimpin baru, di panjatkan tak
henti-hentinya oleh mereka. Nyaris seluruh isi timeline di media sosial dihiasi oleh kalimat-kalimat penyejuk,
pembakar semangat dan harapan menyongsong era baru. Ungkapan dan komentar
tersebut sebagai wujud perasaan gembira dan rasa syukur yang meraka rasakan. Tak
hanya di media sosial, di dunia nyata pun, keriuhan dan kegembiraan segera tampak
begitu masyarakat mengetahui psangan Anies-Sandi menang, ribuan rakyat
melakukan sujud syukur, bahkan banyak diantara mereka menangis terharu
menandakan sudah lama mereka mengidam-idamkan mempunyai pemimpin yang santun, cerdas, amanah, dan bersih.
Nah
disisi yang berbeda, bagi pendukung pasangan Ahok-Djarot, atau pasangan yang
kalah, kesedihan tentu mereka rasakan. Banyak diantara mereka yang seolah tak
percaya bahwa Ahok-Djarot kalah dengan selisih
suara yang sangat signifikan. Untuk menghilangkan kesedihan itu, mereka
pun membangkitkan semangat dengan komentar dan pendapat, yang kebanyakan
membesarkan hati dengan mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya atas upaya, dedikasi dan hasil kerja yang telah ditorehkan
oleh Ahok-Djarot untuk masyarakat Jakarta selama ini.
Namun
apakah hiruk pikuk Pilkada telah berakhir, setidaknya di media sosial?
Tampaknya ‘perang’ di media sosial masih terus berlanjut, baik haters maupun lovers ataupun pengamat partisan masih beradu panggung. Seharusnya,
setelah 19 April 2017, pukul 14.00, tensi keriuhan Pilkada ini berangsur
menurun, namun yang terjadi, masih saja timeline dihiasi oleh perang opini. Patut
disayangkan, dari beragam pendapat yang menghiasi timeline itu, ada saja yang masih
bersikap nyinyir dan segan untuk
mengakui keunggulan dan kemenangan pihak Anies-Sandi.
“Horeee gw mo’ ambil rumah DP 0 rupiah.”
“Siap-siap
deh perda syariah diberlakukan.”
Padahal,
seperti kita ketahui, pasangan Anies-Sandi dilantik saja belum, kok sudah ditagih janjinya dan di fitnah
macam-macam. Mereka beralasan, hal tersebut bukan menagih janji namun mengingatkan
Anies-Sandi akan janjinya. Namun apakah elegant mengutarakan hal itu mengingat
masa kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama masih tersisa 6 purnama lagi.
Justru ke-nyinyiran-lah yang tampak.
Bahkan,
tak hanya itu, muncul pula peramal-peramal dan cenayang masa depan yang sudah
dapat memperdiksi masa depan Jakarta lima tahun kedepan, seperti:
“Jakarta
bakalan banjir dan macet kembali”. Lho,
bukankah sejak dulu juga Jakarta identik dengan macet dan banjir. Justru bila tidak
macet, pasti ada yang salah dengan Jakarta. Hanya ada 2 peristiwa yang membuat
Jakarta tak macet yakni pas lebaran dan kerusuhan.
“Jakarta
akan kembali di rampok oleh mafia anggaran”
“Jakarta
bakalan menjadi banjakan sarang korupsi”
“Jakarta
akan menjadi sarang radikalisme”
Begitulah
predikasi dan ramalan-ramalan seram lainnya, yang prediksi ini hanya fitnahan
belaka dan justru kontra produktif untuk upaya merekatkan kembali Jakarta yang
selama ini terkotak-kotak.
Kini
pesta telah usai. Kehidupan tak berhenti hingga di tanggal 19 April 2017.
Marilah kita hadapi hari esok, lusa, dan mendatang dengan kerja nyata demi
kemajuan Jakarta. Kepada seluruh warga Jakarta, khususnya pendukung Ahok-Djarot,
jangan berkecil hati. Kalian masih punya kesempatan untuk membuktikan kepada dunia
bahwa Ahok-Djarot adalah pemimpin yang baik. Kini kita tagih dan usut
janji-janji kampanye yang telah mereka ucapkan sejak tahun 2012 agar seluruh
janji-janji itu tergenapi. Tak ada kata terlambat. Mumpung masih ada waktu 6
bulan, segera tuntaskan segala janji-janjinya, bia ada janji-janji itu yang
belum terselesaikan. Ya, terlepas dari plus minus dan pro kontra, pasangan
Ahok-Djarot telah berbuat yang terbaik untuk Jakarta. Telah ada program dan
prestasi yang mereka banggakan sebagai legacy
bagi penerus mereka. Kepada pasangan Ahok-Djarot, selamat kami ucapkan. Kalian
telah membuat kami bangga pada Jakarta.
Dan
akhirnya, kemenangan pasangan Anies-Sandi sejatinya adalah kemenangan akal
sehat, kemenangan hati nurani dan kemenangan semua warga Jakarta yang selama
ini mendambakan keadilan. Kini, marilah kita songsong Jakarta dengan semangat
membangun, berjabat dan bergandengan tangan erat dengan menghilangkan
kotak-kotak yang selama ini menjadi sekat diantara kita. Dengan semangat
persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI kita jadikan Jakarta sebagai
barometer kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman, nyaman, damai dan
tentram bagi kita semua. Maju kotanya, bahagia warganya, semoga terwujud.
Sumber
Foto: http://www.klasemen.co/nasional/peristiwa/1617/berita-terkini-begin-bocoran-strategi-anies-baswedan-dan-sandiaga-uno-hadapi-putaran-2-pilkada-dki/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar