Rabu, 03 Juni 2015

Lu, Gue, dan Dong

Tiga kata yang membuat Jakarta lebih akrab

Agak lucu dan janggal juga mendengar orang daerah yang baru sebulan atau dua bulan tinggal di Jakarta, untuk kemudian “sok akrab” mengggunakan kata “lu” dan “gue” dalam percakapannya sebagai kata ganti untuk kata “kamu” dan “saya”. Walau ia berusaha untuk beraksen Betawi, tapi tetap saja pengucapan kata “lu” dan “gue”-(nya) kurang pas. Tidak mempunyai chemistry. Tapi itulah Jakarta, dimana pergaulan teramat penting. Dan kata “gue dan “lu” adalah symbol pergaulan kalangan bawah masyarakat Jakarta.

“Mau kemana lu? Ajak-ajak gue dong!
Kalimat ini sering kita dengar dalam lingkungan masyarakat Jakarta. Inilah cuplikan kalimat yang tepat untuk menggambarkan pergaulan dan sikap egalitarian dikalangan penduduk Jakarta. Jika diperhalus dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar maka kalimatnya adalah:
“Kamu mau kemana? Sudikah saya ikut serta!”
Mungkin kita akan tertawa geli jika kalimat ini yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Terlalu formal dan terkesan banci.

Bahasa Betawi atau Dialek Melayu Jakarta atau Melayu Batavia sendiri adalah sebuah bahasa yang merupakan anak bahasa dari Melayu. Bahasa ini hampir seusia dengan nama daerah tempat bahasa ini dikembangkan, yaitu Jakarta.

Perlu diingat bahwa dialek Jakarta tentu berbeda dengan dialek aksen Betawi. Orang Betawi, sebagai komunitas asli Jakarta, pastinya adalah orang Jakarta. Namun orang Jakarta, --dikarenakan lamanya ia tinggal di Jakarta dan tahu adat istiadat Jakarta—belum tentu orang Betawi. Maka, orang asli Betawi tentu akan lebih pas melapalkan kata-kata dan bahasa betawi ketimbang orang Jakarta. Orang Betawi mempunyai aksen yang khas dalam melapalkan suatu kalimat dibandingkan dengan orang daerah yang puluhan tahun tinggal di Jakarta.

Banyak orang yang salah kaprah, yang menganggap logat dan dialek bahasa betawi adalah dengan menggunakan akhiran hurup “E”, misalnya; Mau kemana (e), menjadi mau kemane atau “Sama(e) siapa(e) menjadi same siape. Padahal tidak semua dialek harus dengan pelapalan akhiran “e”. Justru banyak yang tidak perlu penambahan  “e”. Seperti contoh kata “meramaikan”. Ia tidak bisa diucapkan dengan logat atau dialek mengguakan akhiran “e” menjadi meramaiken. Tapi yang betul adalah dengan memakai akhiran in menjadi ngerame-in, mengelabuhi jadi ngelabu-in. Itulah sekilas mengenai dialek dan logat Betawi yang tidak setiap orang Jakarta dapat mengucapkan ataupun melapalkannya.

Bahasa Betawi sendiri, boleh dikatakan bahasa gado-gado. Bahasa campuran dari berbagai suku bangsa yang berniaga dan bermukim di Jakarta. Jauh sejak dulu kala, Jakarta --dengan pelabuhan Sunda Kelapa-- di kenal sebagai kota pelabuhan yang ramai di jamannya. Adanya percampuran suku bangsa di Jakarta inilah yang menyebabkan Jakarta kaya akan khazanah bahasa yang berasal dari berbagi daerah.

Ada beberapa bahasa Betawi yang diambil dari serapan bahasa dari berbagai bangsa dan daerah di nusantara. Diantaranya adalah: Almari (portugis) di Jakarta menjadi lemari. Reken (Belanda) yang berarti menghitung. Ane dan ente (Arab) untuk memperhalus atau menggantikan kata “gue dan lu” (saya dan kamu).

Namun, dari beragam kata dan bahasa Betawi ada tiga kata yang sangat khas dan menjadi makanan sehari-hari dalam setiap pembicaraan. Tiga kata ini khas, unik dan melambangkan semangat egaliter serta kebersamaan. Biasanya diucapkan oleh orang yang sesama umur atau sebaya. Yakni kata “gue” yang berarti saya, kata “lu” yang bermakna kamu, dan kata “dong”. Ketiga kata ini mungkin tidak ditemukan didaerah lainnya di Indonesia. Ia khas Jakarta. Sering orang daerah yang baru pulang dari Jakarta dengan bangganya menyebutkan kata ganti dirinya dengan kata “gue”, atau menunjuk lawan bicaranya dengan kata “lu”.

Bila kata “gue” dan “lu” telah jelas arti dan maksudnya, lain halnya dengan “dong”. Kata yang sering dipakai di Jakarta ini sukar untuk diartikan. Ia tak mempuyai arti yang spesifik. Ia hanya sebagai pelengkap kata.

Kata dong mungkin diambil dari bahasa Prancis yang berasal dari “…donc” Contohnya;
Dites donc par ici!” (Prancis) = ayo dong, ke marilah!
Dites donc, vous la-bas! (Prancis) = “hai, sini sebentar, dong!”

Seperti juga orang Jawa yang kerap menambahkan kata “to” di akhir kalimat, begitu pula kata “dong” bagi masyarakat Jakarta. “Dong” digunakan sebagai kata agitatif atau penguat makna. Contohnya,
“Kamu yang menyetir mobil itu, to?” atau
“Adikmu kelas berapa, to?”
Karena fungsinya hanya sebagai “pemanis” dan pelengkap kata, kata “dong” mungkin dapat dipadankan dengan “…please!” dalam bahasa Inggris.
Don’t be sad, please!” = “Jangan bersedih, dong!” atau
Hug me, please!” = “Peluk aku, dong!”

Namun bukan berarti kata “dong” tidak mempunyai maksud. Ia kerap digunakan dan berfungsi untuk menghaluskan permintaan atau perintah disertai bujukan. Contohnya:
“Tolong belikan dong sepatu buat Mbak Susi!” atau
“Kamu mau ke mana? Tungguin dong!”
“Bang, gado-gadonya dibungkus dong.”

Tak mengherankan akibat pergaulan yang terjadi di Jakarta, orang daerah yang lama merantau ke Jakarta tentu lambat laun akan kehilangan dialek khas dari daerah asalnya. Dialek itu tergantikan dengan dialek dan logat Jakarta. Terlebih bagi mereka yang lahir dan tumbuh besar di Jakarta. Walupun kedua orangtuanya berasal dari suku Jawa atau atau Sulawesi, karena lama menetap di Jakarta maka hilanglah aksen Jawa atau Sulawesi tersebut.

Jakarta kaya akan budaya dan juga bahasa. Bahkan bagi para pendatang yang baru tiba di Jakarta pun akan dengan mudah menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungannya dengan menggunakan bahasa dan logat Jakarta. Inilah Jakarta dimana pergaulan teramat pentingnya.

Berikut adalah beberapa kata yang lazim digunakan dalam bahasa Betawi

A
Abong-abong, mentang-mentang
Ampeg, bau yang enggak enak dihidung seperti bau keringat orang.

B
Bacot, omongan

Beberekan, teriak-tereak
Boreh, melapisin biasanya dengan ramuan atau obat dari dedaunan
Bontot, terakhir
Budeg, pekak

C
Cablak, banyak ngomong
Cemplung, cebur masuk kesuatu wadah
Cetom, artinye rakus
Cidekan, inceran

D
Dokok, rakus
Dipan, tempat tidur

E
Empan, umpan atawe semacem makanan buat binatang peliharaan
Engkong, kakek

G
Gegares, artinye makan mulu
Geroin, artinya dipanggil dengan teriak karena ingin mengetahui keberadaan seseorang yang sedang dicari tersebut.
Gregetan, sewot, emosi

I
Ilokan,
In, akhiran kan atau i, contoh meramaikan jadi ngerame-in, mengelabuhi jadi ngelabuin

J
Jabrah, badannye gede
Je, Jenye, Dienye, dia
Jidir, panci

K
Kemplang, memukul kepala dengan menggunakan alat pukul dari arah samping
Kitiran, puteran semacem kincir dibuat dari bambu
Kotan-kotan (bahasa daerah Kebon Jeruk) yang istilahnye sama dengan "kadang-kadang"

L
Lekar, alat semajam jengkok tapi digunain buat ngaji
Leker, enak banget (biasenye buat makanan)

M
Mindo, artinye makan setelah makan wajib (biasanye orang nyang makan lagi beberapa saat sehabis diye makan siang).
Menggat, buron

N
Nyabak
, nginjek atawe menjelajahin
Ngamprah, tersebar ke mane-mane
Nge- , artinye me .. (contohnye melamar jadi ngelamar)

O
Ongkang-Ongkang Kaki, Bermales-malesan

P
Pangkeng, tempat tidur atau bise juge artinye kamar tidur
Pating, buat atawe untuk
Popol, menutup permukaan tubuh atau puser dengan dedaunan

R
Ringksek, rusak
Reken, hitung
Restan, sisa

S
Saking, sedemikian lamenye
Semetet, artinye sedikit
Sombok, spiker /toa

T
Tatak, alas
Teblak, tamparan di belakang punggung dengan telapak tangan
Tisi, sendok
Turu-turu (seturu), sekelompok atawe kelompok


*dari berbagai sumber