Saya masih ingat, saat kecil bila ingin pergi
ke rumah teman atau kerabat di kawasan Ciganjur, mesti akan dikasih clue oleh tuan rumah, “dari Herman
Soesilo belok kiri.“ atau “sebelum Herman Soesilo ada gang, kanan pertama,
namanya Gang Manggis.” Begitulah petunjuk yang diberikan. Ya, Herman menjadi
patokan.
Bagi anak yang lahir tahun 90-an keatas,
mungkin rada asing atau tak terlalu kenal dengan nama dan sosok Herman Soesilo.
Siapa dia? Saya akan me-refresh ingatan kita akan dokter berkaca mata yang
pernah popular pada tahun 80-an. Beliau adalah bekas Kepala Dinas Kesehatan DKI
Jakarta. Beliau terkenal lantaran wajahnya sering terlihat pada acara-acara
kesehatan di TVRI, satu-satunya stasiun televisi pada masa itu. Ok, Saya tidak
akan membahas tentang sosok Herman Soesilo, namun saking populernya nama
tersebut, ia atau lebih tepatnya rumah kediamannya di tetapkan sebagai patokan
dan rujukan bagi penduduk di kawasan sekitar Ciganjur. Maklum, dokter ini
tinggal di ujung Jalan Kahfi I (sekarang posisinya dekat dengan taman
Tabebuya). Kenapa (rumah) Dokter Herman bisa jadi patokan. Ya, mungkin saat itu
tidak ada tempat atau icon yang menjadi penanda kawasan Ciganjur.
Bila kita berkendara dari arah Blok M menuju
ke kawasan Ragunan, tentu bias melawati Jalan Kemang Raya sebagai akses terdekat
ke sana. Waktu tahun 80-an yang menjadi icon
dan perlambang kawasan Kemang adalah: Kem-Chick, Hotel Kemang, LPPI (sekarang
IBI) dan Pom Bensin, di ujung jalan arah ke Ampera. Ya, hanya empat tempat itu,
tak ada yang lain. Maklum, belum ada bangunan atau gedung fenomenal yang dapat
dijadikan rujukan dan tanda. Saat itu, sepanjang Jalan Kemang hanya ada
perumahan penduduk di kiri kanannya, dengan beberapa kavling tanah kosong yang
belum dibangun yang akhirnya hanya berupa kumpulan ilalang tempat tumbuhnya
rumput-rumput liar.
Sama dengan Kemang, di sepanjang Jalan
Sudirman pun, awal tahun 80-an rada sulit juga kita menentukan patokan berdiri.
Saat itu yang masih kuingat, sewaktu usiaku masih sekolah dasar hanya ada showroom Toyota di kanan jalan arah ke Dukuh
Atas. Showroom ini bukanlah gedung bertingkat seperti banyak dijumpai di kiri
kanan Jalan Sudirman, namun hanya bangunan 2 (dua lantai). Bila dari arah
Kebayoran Baru, maka gedung Summitmas akan menjadi pertanda. Ini adalah gedung
bertingkat pertama yang akan dijumpai di sebelah kanan jalan.
Di kawasan Cilandak pun demikian adanya.
Komplek Marinir di Cilandak menjadi rujukan bagi siapapun yang hendak menuju
dari dan ke Cilandak/Ragunan. Beringsut ke utara, ke kawasan Jalan Sahardjo dan
sekitarnya, dulunya ada (nama) Jembatan Merah. Kondektur Bus PPD 105 (?) tujuan
Manggarai - Blok M sering meneriakan kata “merah-merah’. Posisinya sendiri
sebelum Jalan Barkah, berada di sebelah kiri arah ke Manggarai. Oh ya, di
namakan Jalan Barkah, lantaran jalan ini adalah jalan masuk ke Masjid Al Barkah.
Sekira 800 meteran ada masjid dan Perguruan Islam As-Syafiiyyah, milik ulama
legendaris KH. Abdullah Syafi’e.
Demikian adanya, tiap-tiap kawasan di Jakarta
mempunyai tempat atau nama sebagai clue atau penanda patokan arah. Patokan itu sendiri
bisa berupa kediaman rumah tokoh terkenal, tempat legendaris, ataupun kantor/instansi
yang besar. Tentu patokan ini sangat membatu di zaman yang belum ada aplikasi google map. Terlebih, saat itu sangat
sedikit bangunan dan gedung besar yang dapat dijadikan rujukan bagi seseorang
yang baru tiba atau sampai di lokasi itu.
Begitulah warna warni dalam menentukan
patokan dan arah di tahun 80-an, Kini, meski beberapa ‘situs’ masih tetap
berdiri, namun ada pula yang hilang atau terlupakan lantaran sudah jarang
disebut atau diperbincangkan. Tak hanya itu, tragisnya beberapa bangunan dan
tempat bahkan sudah digusur dan diganti fungsinya.
Zaman boleh berubah, pembangunan boleh
lanjut, namun tidaklah elok bila ‘situs-situs; yang ada di Jakarta itu
tergusur. Harus ada kesadaran kolektif untuk melestarikan peninggalan masa lalu
sebagai penanda atau legacy (pengingat)
bahwa disitu atau di kawasan itu pernah –dulunya- terkenal dengan sebutan dan
menjadi penanda kawasan, bahwa dimasanya tempat atau bangunan itu pernah berjaya
dan menjadi patokan atau rujukan untuk orang-orang sekitarnya. Kita berharap
generasi sekarang masih ingat dimana Rumah Herman Soesilo, dimana Kem-Chick dan
dimana posisi Jembatan Merah, semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar