Meski sama-sama
beroda tiga, namun becak dan bajaj berbeda. Bajaj dianggap manusiawi karena
digerakkan dengan mesin. Sedangkan becak, dianggap kurang manusiawi lantaran
dikayuh oleh kaki, betis, dan paha. Kebayang gak, bila becak melaju di jalan menanjak, dengan peluh keringat
membasahi muka dan badannya, karena tak kuat mengayuh, Si abang becak mendorong
becaknya, sedangkan Si penumpang, alih
alih turun membantu meringankan beban berat Si abang becak, justru hanya
duduk manis, menikmati ‘kesengsaraan’ Si abang becak. Inilah mungkin yang dimaksud tidak
memanusiakan manusia atau kurang manusiawi.
Wacana
Gubernur Anies Baswedan untuk menghidupkan lagi becak di Ibukota mendapat
tanggapan pro dan kontra dan warga kota. Yang kontra beranggapan bahwa becak, adalah
salah satu yang menjadi sumber ketidak tertiban berlalu lintas. Bukankah saat
ini tanpa becak pun, gang-gang dan jalan-jalan kecil di pelosok Jakarta masih
semrawut. Semrawut dengan mobil milik warga yang parkir di pingir jalan
lantaran tak punya lahan parkir. Semrawut dengan kaki lima yang buka lapak dan
berjualan di pinggir jalan yang sempit. Lha,
gimana kalau ada becak, bisa tambah semrawut gang-gang dan jalan-jalan
kecil di perkampungan Jakarta.
Gubernur Anies
dalam argumennya menuturkan bahwa becak hanya akan ada di perumahan atau
perkampungan, dan tidak boleh masuk ke jalan protokol. Anies mencontohkan, warga yang membuka warung di rumah
membutuhkan becak untuk membawa barang belanjaannya yang dibeli dari pasar.
Selama ini disukai atau tidak becak telah hadir ditengah-tengah masyarakat. Di kawasan
Jakarta Utara seperti di Warakas misalnya, becak digunakan untuk menarik
penumpang. Di sekitar tempat pelelangan ikan di Jakarta, becak digunakan untuk
mengangkut hasil tangkapan nelayan. Ini adalah kondisi becak yang terjadi saat
ini. Sudahkah becak di Jakarta dimanusiawikan? Inilah yang akan menjadi impian dan
tantangan bagi Anies, menjadikan becak lebih manusiawi di Jakarta.
Namun, sebelum
impian itu menjadi nyata, perlu upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah
untuk menerapkan regulasi perbecakan.
Dengan kajian yang mendalam melibatkan seluruh komponen masyarakat, pasti akan
terjawab keraguan-keraguan masyarakat tentang dampak negatif dari hadirnya becak
di Jakarta. Bila di cerna dengan pikiran jernih, wacana dan ide yang
dilontarkan oleh Gubernur Anies cukup menarik. Kenapa becak tidak dilegalkan saja?
Ditata dan diatur dikawasan mana saja yang boleh ada becak. Ada batasan
maksimal, berapa becak yang boleh beroperasi di kawasan itu. Intinya adalah
pengaturan!
Nah, selain sebagai sarana transportasi di
perkampungan, yang tak kalah menariknya adalah bagaimana menjadikan becak
sebagai salah satu daya tarik wisatawan. Sama seperti Monument Washington, di
Washington DC, Amerika Serikat, dengan National Mall, yang terbentang
dihadapannya, Monas pun mempunyai tata ruang yang hampir sama. Kebayang gak, selama ini dari parkiran
mobil/motor menuju ke Tugu Monas, kita harus berjalan kaki, meskipun telah tersedia
mobil wara wiri gratis. Nah, bila di sekitaran monas disiapkan
becak, bisa menjadi daya tarik wisatawan. Syaratnya tentu ada pada penampilan
dan modifikasi becak itu sendiri agar sesuai dengan pangsa pasar wisata.
Tampilan becak bisa ditiru dinegara-negara maju.
Sebagai bahan
perbandingan, kita bisa menoleh kehadiran becak di Negara-negara yang lebih
maju dari Jakarta. Di Washington DC, Amerika Serikat misalnya, becak telah ada.
Saat saya berkunjung ke DC, saya menemukan becak yang disewakan. Becak disana
sungguh menarik, eye-catching. Tampilan
becaknya gak kumel. Abang becaknya pun bajunya rapih dan bersih. Berbeda dengan
di Indonesia, becak di DC posisi pengayuh atau abang becak ada di muka,
sedangkan penumpangnya ada di belakang. Permasalahannya adalah, bagaimana
mengatur kebaradaan becak agar tertata dan terlihat rapih dan teratur. Di DC,
kebaradaan becak hanya ada di sekitar objek-objek wisata yang banyak terserak
di sekitar National Mall, yang mana di
sekitarnya terdapat spot-spot menarik yang menjadi daya tarik destinasi wisatawan
mancanegara, seperti Monument Washington, Gedung Putih, dan musem-museum
menarik lainnya.
Bila di DC,
becak wisata bisa diterapkan, lantas apa yang salah dengan ide dan wacana Gubernur
Anies untuk menghidupkan becak? Bila saja becak wisata dapat beroperasi di
sekitaran Monas, tentu akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan
yang hendak berkeliling monas. Selain ke Monas, dengan becak wisatawan dapat menyusuri
jalan di sekitaran Medan Merdeka, mengunjungi spot-spot menarik yang ada di
sana. Berkunjung ke beberapa museum yang ada di sekitarnya. Saya percaya, bila
ini di terapkan secara professional niscaya akan menjadi pilihan wisata yang
menarik. Jadi, jangan anggap becak sebagai suatu aib bagi transportasi Jakarta,
tinggal di poles sedikit niscaya profesi penarik becak akan termanusiakan. Dan,
satu lagi, impian Anies menjadikan becak di Jakarta sekelas becak di DC, nyata
adanya.
Hallo Selamat pagi,
BalasHapusSalam hangat, Perkenalkan kami dari PT Hebros, perusahaan yang bergerak di bidang IT dan Jasa pemasangan serta Maintenance semua kamera CCTV indoor dan Outdoor (sesuai kebutuhan) yang berkantor di Jakarta Timur.
Website : https://www.hebros.co.id
Email : support@hebros.co.id