Kamis, 16 Juli 2015

Kapasitas

Dulu.. saat sy masih nyari duit di swasta, sy perhatikan dan amati banyak anak2 muda, teman2 seumuran sy,  yang secara kapasitas intelektual biasa2 saja (yahh… mungkin zaman kuliah dulu mereka cuma ber-Ipeka 2 koma sekian, dan jarang aktif di lingkungan kampus) namun saat kerja dan dipimpin serta diarahkan oleh Bos yang memiliki kapasitas yang mumpuni dan berintegritas baik, alhamdulillah.. mereka mampu mengimbangi pola kerja dan pola pikir sang Bos.. Walhasil, kerjaan mereka bagus2. Dikasih kerjaan selalu hasilnya sangat memuaskan, bahkan mereka bekerja diluar batas kewajiban tugasnya. Sehingga, secara kapasitas intelektual, status keintelektualan mereka ikut ‘ter-upgrade’, mengikuti “makom” si Bos. Bahkan saking hebatnya, mereka mampu dan dapat bersaing dengan perusahaan pesaing yang banyak dikaryawani oleh para sarjana jebolan luar negeri yang hebat2 itu.

Di lain waktu, saat saya sudah tidak di swasta dan mengabdi di palagan yang berbeda, sy perhatikan kembali latar belakang rekan2 sy sesama abdi negara, baik yang di kementerian, maupun lembaga negara lainnya. Dan –Alhamdulillah--, mereka, rekan2 sejawat sy, banyak yang hebat2.  Saya dapati rekan-rekan kerja sy mempunyai kapasitas yang adiluhung atau serba gape’ lah. (Indikatornya sederhana Bro, berasal dari PTN dan Fakultas Papan Atas, Ber-Ipeka 3 koma sekian, aktivis kampus, cas cis cus berbahasa Inggris.) Namun sayangnya, -- dan ini sialnya -- saat mereka dipimpin oleh atasan yang –maaf-- tidak punya kapasitas yang mumpuni, (sekali lagi indikatornya sangat sederhana; hanya tamatan fakultas KW2, cuma S1 pula, gak lancar cas cis cus Inggris, bukan aktivis kampus, gak pernah ikut demo, waktu di kampus pun gak pernah jadi leader, dsb dsb). Nah, secara otomatis, bagai terkena aliran setrum listrik, rekan2 sy yang tadinya sangat cerdas bin smart menjadi --maaf sekali lagi-- rada b#go bin t###l -. Coba dibayangkan.. Untuk hal-hal (pekerjaan) teknis dan sepele aja mereka sering keliru. Mereka ndak ‘nguasai dasar-dasar bekerja di kantoran dengan baik dan benar, bahkan untuk hal yang sangat mendasar pun mereka sering salah. Duhhh Gusti… Padahal mereka itu asalnya pinter2 lho.. Sayang banget ya punya potensi yang bagus tapi akhirnya jadi rada telmi… Namun ini tidak semua lho.. masih banyak juga teman2 sy yang dapat menangkis ‘aliran setrum’ tersebut, dan tetap dengan ke-profesional-an dan kepakarannya tanpa perlu kena virus O#n, hehehhe…


Kok bisa begitu ya..?? Setelah berkontemplasi sejenak, tibalah sy pada pada suatu kesimpulan sederhana, yakni; Sebodoh apapun orang, bila dipimpin oleh pemimpin yang punya kapasitas dan integritas yang baik, maka ybs akan sama dengan pemimpinya, (ketularan aura positif). Sebaliknya se-cerdas dan se-pintar apapun ia, namun bila dipimpin dan di-direct oleh pemimpin yang tidak mempunyai kapasitas dan integritas yang mumpuni, maka ybs akan terkena aura negative dari pemimpinnya.. Kasarnya –maaf sekali lagi—ketularan virus b#go.. Saya jadi teringat pesan ayah saya dulu, waktu beliaa masih ada: “sepuluh ekor kambing bila dipimpin oleh harimau, maka ia akan mengaum, namun sebaliknya sepuluh ekor harimau bila dipimpin oleh kambing, maka semuanya akan mengembik. Dan itu masih untung bila si kambing tidak dimangsa oleh sepuluh harimau”. Semoga kita dijauhkan dari virus tersebut..  Selamat Berpuasa..

Rabu, 08 Juli 2015

Soto dan Asinan Betawi

Kuliner yang berani menyandang nama etnisnya.

Soto. Makanan berkuah ini sangat terkenal bukan saja di Jakarta bahkan menjadi kuliner andalan daerah-daerah lain di Indonesia. Sebut saja yang terkenal dan banyak di jumpai di Jakarta seperti; Soto Kudus, Soto Lamongan, Soto Padang, dan Soto Bogor. Nah, Jika daerah lain memakai nama kota sebagai nama soto-nya, namun tidak demikian dengan Jakarta. Makanan berkuah yang kental dengan aroma rempah dan santan ini tidak dinamakan dengan soto Jakarta, namun merujuk pada etnis asli Jakarta yakni Betawi. Jadilah namanya “Soto Betawi”.

Bagi anda pecinta kuliner dan senang berburu sajian kuliner yang menggugah rasa dan selera, tentu tidak lah sulit untuk membedakan antara sop (betawi) dan soto (betawi). Meski sama-sama berkuah dan berkaldu --dengan bahan utama berisi irisan daging-- namun sop (betawi) dan soto (betawi) mempunyai perbedaan rasa dan aroma yang kontras. Biasanya sop (betawi)  berkuah bening, alias tanpa santan, sedangkan soto (betawi)  memakai santan yang sangat kental. Namun, pakem ini tidak berlaku untuk penyebutan soto khas dari suatu daerah. Soto Kudus misalnya, ia berkuah bening. Demikian pula Soto Bogor dan Soto Lamongan. Semuanya nyaris tanpa santan. Nah, untuk kita para pecinta kuliner khas betawi, maka jangan sampai salah untuk membedakan penyebutan sop (betawi) dan soto (betawi) bila memesan makanan di rumah makan khas Betwai yang tersebar di Jakarta. Ingat, keduanya berbeda.

Soto Betawi, --selain gado-gado-- tentunya menjadi trade mark dan legacy aneka kuliner asli Jakarta. Dari namanya yang mewakili etnis, tentu akan lebih nikmat jika olahan soto ini dibuat langsung oleh orang Betawi asli. Untuk rasa memang tak mengenal kompromi. Rasa adalah nomor satu. Banyak pengunjung yang rela antri agar dapat menikmati lezatnya soto Betawi (asli) saat jam makan tiba. Ini bisa dilihat di beberapa warung makan Soto Betawi terkenal seperti di kawasan Pondok Pinang, Kebayoran, dan Manggarai, Jakarta Selatan.

Makin terkenal warung soto-nya, makin mahal pula harga untuk se-porsi soto yang ditawarkan. Soto yang enak biasanya mempunyai kuah santan yang kental dengan rasa rempah-rempah yang ‘nendang’. Biasanya kisaran harganya  15 hingga 35 ribu per porsinya. Meski tergolong mahal, namun tak menyurutkan pecinta kuliner untuk berburu dan menyantap soto kegemaran mereka. Harga nomor sekian, asalkan rasanya enak. Meski begitu, adapula warung atau rumah makan yang menyajikan Soto Betawi bagi mereka yang berkocek tipis. Soal rasa, ya lumayan lah. Untuk soto Betawi level ini biasanya dijual dengan harga berkisar 12 hingga 18 ribu per porsinya.

Biasanya salah satu ciri warung Soto Betawi adalah adanya toples yang berisi racikan acar sebagai penambah selera atau kudapan penutup sehabis bersantap soto. Konon, acar ini disediakan sebagai penawar atau penetralisir rasa kuah santan yang menyengat. Acar ini terdiri dari timun dan wortel yang diiris kecil berbentuk dadu dengan campuran air cuka, cabe rawit, dan bawang merah mentah.

Uniknya, tidak seperti soto dari daerah lain di Nusantara, Soto Betawi (asli) tidak memakai ayam sebagai menu utamanya, namun selalu memakai daging sapi atau kerbau yang digoreng kering. Disamping itu, irisan kaki, babat, otak, torpedo, dan paru kerap disajikan sebagai pendamping dari daging, tergantung dari selera penikmat. Dengan olahan bumbu bersari santan kelapa kental dengan kuah berwarna kuning kemerah-merahan, Soto Betawi akan nikmat dimakan sewaktu jam makan siang ataupun malam hari.

Selain gorengan dari daging kerbau atau sapi, semangkuk atau satu porsi Soto Betawi akan berisi irisan tomat segar, daun bawang, potongan kentang goreng, plus taburan emping. Tak ketinggalan pula sebotol kecap manis dan seiris jeruk limau sebagai penambah citarasa. Soto Betawi selalu disajikan dengan seporsi nasi putih hangat dengan taburan bawang goreng diatasnya.


Asinan Betawi dan Rujak Buah

Selain Asinan Bogor yang sudah lebih dulu melegenda, Jakarta juga memiliki asinan dengan aroma dan rasa yang khas. Ya, Asinan Betawi. Pada dasarnya Asinan Betawi adalah perpaduan  aneka sayuran seperti timun, kol, dan tauge yang diiris tipis. Aneka sayuran itu kemudian disiram dan diberi kuah dengan warna coklat kemerah-merahan. Kuah ini adalah bumbu utama penyegar rasa hasil campuran dari cuka aren, gula merah, aneka bahan alami lainnya, dan kacang tanah.

Selain asinan sayur, ada pula asinan buah. Kuah dasarnya nyaris sama, hanya berbeda pada isinya. Biasanya buah yang digunakan adalah nanas, kedondong, dan bangkuang. Asinan khas Betawi ini banyak dijumpai di lingkungan dengan mayoritas penduduk ber-etnis betawi seperti kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat dan Condet di Jakarta Timur. Asinan Betawi selalu memakai kerupuk kuning dan taburan kacang tanah sebagai pelengkapnya.

Satu porsi asinan atau rujak buah biasa dijual seharga 10 ribu hingga 15 ribu rupiah tergantung dari banyak tidaknya aneka campuran buah yang digunakan. Makin beragam dan segarnya jenis buah yang digunakan, maka makin mahal pula harga yang dikenakan. Umumnya, buah yang dipakai adalah buah dengan rasa yang manis dan keasam-asaman, seperti mangga muda, kedondong, nanas, pepaya, jambu air, jambu biji, belimbing, bangkuang, mentimun, melon, dan jeruk bali.

Maka tak lengkap rasanya bisa sehabis makan Soto Betawi tidak mencicipi Asinan Betawi sebagai desert-nya. Inilah kedua kuliner dengan rasa betawi yang menggoda selera.

Berani mencoba?