Saat itu selepas Sholat Jumat. Maret, sekira
awal-awal bulan. Waktu itu kami (saya dan Pak Jum, selaku Kabid PP dan PA) sedang
padat-padatnya kegiatan dan kerjaan.
Ya, meski masih awal tahun anggaran, dalam arti, belum ada kegiatan yang bisa
dilaksanakan, tidak lantas hari kami kosong tanpa kerjaan. Justru di bulan
Februari dan Maret 2015 itu, kami disibukkan dengan proyek pengerjaan Ruang
Publik Terpadu Ramah Anak, (RPTRA) yang menjadi ‘anak emas’ atau program
unggulannya Bu Vero, selaku Ketua TP PKK Prov. DKI Jakarta. Hampir tiap hari,
saya dan Pak Jum (tentu Bu tantri, --selaku Kasubid LPA juga--, namun beliau
lebih banyak di kantor dan mengurusi kerjaan
lain, seperti kasus Pupellla dsb) pontang panting menginisiasi proyek tersebut
lantaran ini adalah pilot project
untuk pembangunan ratusan RPTRA berikutnya. Harap maklum, kami hanya berdua saat
itu lantaran Ewi, partner saya, sedang cuti melahirkan. Jadilah tiap hari, kami,
berpindah tempat dari satu palagan ke palagan lainnya –berkoordinasi-- hanya
untuk menyiapkan RPTRA ini.
Seperti biasa, sehabis sholat Jum’at ditegakkan,
saya makan siang. Namun, kali ini Pak Jum ikut serta. Jadilah kami makan
bersama di Soto Mas Hari, Cempaka Putih. Nah, ditengah-tengah santap makan itu,
Bu Evi mengabarkan bahwa orang dari Kedutaan Amerika sudah datang di Kantor. Oh
ya, sebelumnya memang saya sudah denger selentingan
kabar bahwa akan ada pihak dari Kedubes USA yang mau datang ke kantor untuk
membicarakan masalah kerjasama atau apalah namanya dengan Bidang PP. Jujur,
saya tidak terlalu antusias dan berprasangka macam-macam dengan kehadiran
mereka. Alih-alih merasa senang atau
sudah ada gambaran akan ada good news
dari kehadiran mereka, yang ada dibenak saya –saat itu-- mungkin pertemuan
biasa saja. Walhasil, selepas makan, bergegas lah kami ke kantor menemui mereka.
Merasa ini adalah pertemuan tingkat pejabat, maka
saya pun tidak terlalu aktif atau sengaja melibatkan diri. Biarkan saja Pak Jum
beserta para Kasubid menemui mereka. Namun tatkala saya bersiap membuka file di
komputer, seraya berdiri dari ruangannya yang memang terlihat dari posisi duduk
saya, Pak Jum memanggil saya. “Mas
Rachmat, tolong kemari.” Saya tahu maksud panggilannya. Tentu saya diminta
untuk menerjemahkan maksud dan kehendak para pihak (Pak Jum Cs, serta Kedubes
USA) dalam berkomunikasi. Ya, meski pihak Kedubes Amerika menyertakan Bu Kus
Wahyuni sebagai penerjemah dari Ms. Stephanie M Stallings, namun tampaknya Pak
Jum mempercayakan saya untuk mendampinginya. Meski bahasa Inggris saya tidak
bagus-bagus amat, namun saya yakin
bahasa Inggris saya tentu bisa mengimbangi eksen
amerika-nya Ms Stephanie, hehe..
Di ruang Pak Jum, selain para Kasubid yang hadir
tampak pula 2 (dua) orang wanita. Satu orang kita (Indonesia), dan yang lainnya
bule cantik. Mereka memperkenalkan
diri. Kami pun balas memperkenalkan diri. Lalu, tanpa basa-basi saya tanya
maksud kedatangan mereka. Dengan sigap, Ms Stephanie selaku Political Officer Kedubes Amerika di
Jakarta menjelaskan apa itu International
Visitor Leadership Program (IVLP). Inti pembicaraan yang saya tangkap
adalah pihak Kedubes USA akan mengundang atau meminta 1 (satu) nama dari Bidang
PP dan PA untuk berkunjung ke USA mengikuti program dimaksud. “Wah program apa lagi tu,” batinku. Selepas penjelasan,
terjadi dialog. Ya semacam tanya jawab mengenai program dan semacamnya. Namun saya
enggan menelisik lebih jauh tentang apa itu IVLP, takut semakin mupeng. Jujur, mendengar penjelasan dari
Ms. Stephanie M Stalling, hatiku berdetak kencang. Widihh ke Amerika.. Gratis, selama 3 minggu. Ckck.. Namun saya sadar, siapa lah
saya yang hanya staf biasa di kantor. Kalaupun saya ada kelebihan dan potensi
ketimbang staf lainnya tapi itu pun masih jauh untuk membayangkan bahwa saya lah yang nantinya ditunjuk pergi ke
Amerika mengikuti seleksi program IVLP tersebut.
Pertemuan yang singkat itu pun usai. Saat escort (mengantar) mereka kembali ke parkiran
mobil, tak lupa Ms. Stephanie dan Bu Kus Wahyuni mengingatkan sekali lagi bahwa
mereka sangat berharap --dengan segera-- agar Bidang PP dan PA dapat menunjuk 1
(satu) nama tersebut. ASAP! Mereka memberikan waktu seminggu. Namun, yang
namanya birokrasi tetaplah ribet dan terlalu prosedural. Nampaknya pihak
Kedubes USA belum terlalu familiar
dengan jalur dan jenjang birokrasi yang harus kami lalui. Tidak semudah itu
menentukan dan menunjuk satu nama untuk diikutkan dalam seleksi IVLP 2016. Dan
itu mungkin yang terlintas di pikiran Pak Jum. Tidak mudah menentukan siapa
yang layak ke Amerika. Menunjuk si A tentu harus ada dasarnya, tidak asal
tunjuk saja. Sadar akan itu, segera atas inisiatif pribadi dan arahan pak Jum,
saya menulis nota dinas ke Bu Dien, selaku Kepala BPMPKB. Ya, semacam laporan
agar beliau memberikan disposisi dan arahan.
Sesudah pertemuan terlihat masing-masing Kasubid
mulai saling ‘ledek-ledekan’.
“Wah enak neh
kalo kita bisa ke Amerika,” sahut A.
“Pak Jum,
saya saja ya yang ke Amerika-nya, sekalian ngecengin bule sana,” canda Si
B.
“Aduh saya
juga mau.. saya aja ya,” teriak yang lain.
Pak Jum tentu berada dalam posisi dilematis. Meng-iya-kan Kasubid yang ini tentu akan
menyakiti Kasubid yang itu. Mendisposisikan ke Subid A tentu gak enak dengan Subid B.
Dari penjelasan Ms Stephanie tergambar bahwa
program IVLP untuk tahun 2016 ini akan mengambil tema “Sistem Peradilan Anak.” Nah, mengacu pada tema tersebut
tampaknya Subid saya lah yang punya chance besar untuk ditunjuk. Saya
sendiri, tentu saja berharap-harap cemas. Ya, selain Pak Jum tentunya, masih
ada Bu Tantri yang menjadi atasan saya yang mempunyai peluang terbesar untuk
diikutkan dalam seleksi IVLP 2016 ini. Saya berusaha realistis dengan
menyodorkan pilihan agar Pak Jum saja yang ke Amerika, saya akan menjadi
cadangannya, mengingat persyaratan usia yang harus di bawah 45 tahun, sedangkan
Pak Jum sudah kepala 5. Pertimbangannya, bila Pak Jum gagal diproses seleksi
administrasi, maka saya berpeluang menggantikannya. Namun Pak Jum tidak
bereaksi atas usulanku. Tampaknya beliau menunggu arahan dan disposisi dari Bu
Dien.
Beberapa hari kemudian keluarlah disposisi dari Bu Dien.
Ia menyambut baik tawaran tersebut. Namun celakanya ia tidak serta merta
mengarahkan agar bidang PP menunjuk satu nama, melainkan meminta agar pihak Kedubes
USA bersurat ke Gubernur DKI Jakartta. Beliau berpandangan bahwa kerjasama ini (pengiriman
utusan IVLP) sudah menyangkut G to G.
Jadi, bukan level-nya Kaban untuk
menindaklanjutinya.
“Wahh.. bakalan lama dan ribet lagi neh urusan. Padahal pihak sana (Kedubes)
hanya meminta Bidang PP&PA untuk mengirim 1 (satu) saja nama untuk ikutan
seleksi. Ya, cuma mengirim nama dan di-email ke mereka. It’s so simple. Kenapa harus melibatkan Gubernur..? batinku.
Tanpa membuang waktu, langsung saja saya ber-sms
dengan Bu Kus, mengabarkan bahwa pihak Pemprov DKI Jakarta membutuhkan surat dari
Kedubes USA sebagai dasar dan legal
standing menentukan atau menominasikan 1 (satu) nama untuk diikutkan dalam
seleksi program tersebut. Beruntung, Bu Kus mau menerima penjelasan saya.
Sejurus kemudian surat itu sampai ke kantor melalui fax. Segera saya
menindaklanjutinya dengan mengirimnya langsung ke ajudan Gubernur, tanpa
melalui ‘calo’ atau perantara.
Akhirnya setelah menunggu kurang lebih semingu,
keluar lah disposisi dari Gubernur.
Nah, disinilah perasaan galau dan deg-degan terjadi. Ya, sejak awal saya yang mengawal
proses ini, --menghubungi para ajudan dan sekretariat Gubernur hingga Sekda-- namun
hingga saat ini belum ada kepastian
siapa yang akan ditunjuk sebagai nominasi mengikuti seleksi program IVLP 2016 ke
USA. Meski secara tidak resmi saya sudah ber-email (atas arahan Pak Jum) ke Ms
Stephanie, me-info-kan bahwa nama saya yang dinominasikan untuk mengikuti program
tersebut, namun dalam email itu jelas saya memberi note bahwa nama saya masih tentative,
dalam arti masih bersifat sementara, sembari menunggu arahan dan disposisi dari
Gubernur.
Ada yang bilang kalau rezeki takkan kemana. Syukur
Alhamdulillah disposisi itu turun berjenjang, dari Gubernur ke Kekda lalu ke
Kepala BPMPKB, kemudian ke Kabid PP & PA. Akhirnya, Pak Jum secara resmi
menominasikan saya untuk mengikuti seleksi program tersebut. Segera, dengan
hati berbunga, saya buat surat dari BPMPKB Prov. DKI Jakarta, --officially-- yang
menginformasikan bahwa saya lah yang dinominasikan untuk mengikuti proses
seleksi IVLP 2016, ke email Ms. Stephanie. Alhamdulillah,
satu tahapan langkah menuju ke Amerika telah dilalui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar