Rabu, 03 Februari 2016

Duet Syafi’i, Penjaga Kemurnian Ajaran Islam Di Jakarta.

Selain Jalan Casablanca --Jalan ini dipersembahkan sebagai komitmen pemerintah kota bagi sister city project antara Kota Casablanca, Maroko, Afrika Utara dengan Jakarta--, ada sepenggal jalan yang menghubungkan kawasan Rasuna Said dengan Kampung Melayu. Bila Casablanca membentang dari Kolong Fly Over Rasuna Said hingga pertemuan dengan Jalan DR. Saharjo, maka terus ke arah timur, ruas jalan berganti dengan nama jalan KH. Abdullah Syafi’i. Jalannya sangat lebar dan panjang. Dulunya, hingga tahun 90-an, jalan itu bernama Jalan Lapangan Roos Raya. Lalu, siapakah Syafi’i ini yang bisa menggantikan Lapangan Roos itu? Bisa-bisanya nama itu bertengger di jalan yang cukup prestisius di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Masih di wilayah Jakarta Selatan, tepatnya di kawasan Gandaria, Kebayoran Baru, ada sebidang jalan, sepanjang kurang lebih 800 meter, yang menghubungkan kawasan Gandaria ke arah barat, ke Mall Gandaria City, Kebayoran Lama. Saat itu (sekitar tahun 90-an) di sisi jalan ada perumahan mewah yang cukup mentereng, perumahan Taman Gandaria, makan oleh warga sekitar, jalan itu dinamakan Jalan Taman Gandaria. Namun itu dulu. Kini, jalan itu berubah nama menjadi Jalan KH. M. Syafi’i Hadzami. Lantas, siapakah Syafi’i yang satu ini, yang bisa menggantikan jalan Taman Gandaria? Bisa-bisanya nama itu bertengger di jalan yang cukup prestisius di kawasan Gandaria, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Siapa dia?

Keduanya menyandang nama yang sama. Keduanya juga sangat mumpuni di bidangnya. Keduanya juga sama-sama ahli agama. Keduanya juga mempunyai murid ribuan. Keduanya juga berasal dari etnis yang sama. Keduanya juga berguru pada guru yang sama. Ringkasnya, banyak kesamaan diantara keduanya. Ada duet Syafi’i yang berpengaruh dan termashur di tanah Jakarta, hingga nama keduanya ditasbihkan menjadi nama jalan di salah satu kawasan bergengsi di Jakarta. Tanpa ke-duo Syafi’i ini, entah apa jadinya dengan perjalanan Islam dan kehidupan keagamaan di tanah Jakarta pada tahun-tahun mutaakhir ini.

Bagi anak kemaren sore atau yang lahir pada tahun 2000-an, mungkin tidak tahu apa dan siapa duo Syafi’i itu. Boleh jadi dalam benak mereka, Syai’ei adalah nama pahlawan yang berperang di zaman Belanda dulu. Atau bisa jadi mereka berpikir bahwa duo Syafi’i itu adalah hanya nama jawara di kawasan deket-deket situ.

Baik, bagi mereka yang ingin tahu, inilah sedikit kisahnya.

KH. Abdullah Syafi’i adalah putra Betawi yang lahir di tahun 1910. Dari nama belakangnya, maka mudah dikenali bila ia adalah putra dari K.H Syafi'i bin Haji Sairan, seorang guru agama di bilangan Manggarai, Jakarta Selatan. Semasa mudanya, ia aktif dalam kegiatan dakwah, belajar dan mengajar. Ia belajar dari berbagai macam guru dan habaib yang bertebaran di Jakarta. Diantara guru-gurunya adalah duo Habib Ali , yakni Habib Ali Kwitang dan Habib Ali Bungur.

Selepas belajar, ia habiskan waktu untuk memimpin dan mengajar murid-muridnya. Lantaran dirasa makin banyak muridnya,  di tahun 60-an ia dirikan, di dekat rumahnya, Perguruan Islam As-Syafi’iyaah di Balimatraman, Manggarai, Jakarta Selatan. Perguruan ini adalah salah satu Perguruan Islam tertua di Jakarta. Saking terkenalnya perguruan ini, banyak para orang tua Betawi yang menyekolahkan anaknya ke sini. (lihat link).  

Selain Perguruan Islam dan Pondok Pesantren di Jatiwaringin dan Pulo Aer, Sukabumi, legacy ayah dari Tutty Alawiyah, --bekas Menteri Peranan Wanita era Presiden Habibie-- adalah Radio Assafiyyah. Zaman tipi hanya ada TVRI, radio ini menjadi radio favorit para orang tua Betawi. Tiap menjelang kumandang azan, radio ini kerap melantunkan Shalawat Tarhim. Untuk positioning, kini radio tersebut berubah nama menjadi Radio RasFM dengan tetap mempertahankan ciri khasnya sebagai radio rohani keagamaan. Beliau wafat pada 03 September 1985 dan perjuanganya diteruskan oleh anaknya yang bernama KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i.

Adapun KH. M. Syafi’i Hadzami, atau lebih dikenal dengan Muallim Syafi’i, adalah seorang fuqoha atau ahli fiqih dan hukum Islam. Sejatinya, nama aslinya hanya Muhammad Syafi’i. Ia lahir di Jakarta sekitar tahun 1931-an. Jika Habibie dijuluki sebagai Mr Clack lantaran keahliannya menghitung crack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang, maka putra dari M. Saleh Raidi ini di tasbihkan oleh para gurunya dengan julukan Hadzami lantaran penguasaannya yang mendalam terhadap ilmu-ilmu agama, seperti Ilmu Fiqih; Ilmu Hadist; Ilmu Tafsir; dan Ilmu Tauhid.

Menariknya, bila ulama atau ahli agama kondang disebut dengan panggilan Pak Kyai, maka M. Syafi’i Hadzami, dipanggil dan dikenal di kalangan murid-muridnya dengan panggilan “Muallim”. Tampaknya beliau sengaja menyamankan diri dengan panggilan muallim lantaran kerendah hatian beliau. Gelar Muallim dirasa cocok disandang olehnya, sebab saban harinya, dari pagi hingga larut malam, beliau bergelut dengan kitab dan buku mengajar para murid-muridnya yang notabene kebanyakan sudah ber ‘title’ ustaz dan menjadi guru, yang tersebar diberbagai pelosok Jakarta. Boleh dibilang, Muallim adalah sang professor yang mengajari para doktor dalam keilmuan Islam.

Dimasa kecil hingga mudanya ia tinggal di Kampung Kepu, dekat kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Nah, menjelang usia dewasa baru lah ia hijrah ke bilangan Gandaria, Jakarta Selatan. Itulah sebabnya, Muallim pernah menjadi Pegawai Negeri dan ditempatkan di RRI, yang kantornya di Jalan Radio, Gandaria, Jakarta Selatan. Maka selepas kematiannya --07 Mei 2006-- untuk mengenang ketokohannya, para tetua masyarakat Jakarta mengabadikan namanya menggantikan Jalan Taman Gandaria, yang kebetulan jalan tersebut tepat melintasi makam tempat ia bersemayam dengan kedamaian.

Itulah duo Syafi’i, guru dari para guru dan pemuka agama yang pernah ada di wilayah Jakarta. Mereka berdua berguru pada guru yang sama yakni duet Habib Ali, yakni; Yang pertama, Habib Ali bin Husein Alattas, atau lebih dikenal dengan Habib Ali Bungur (lantaran bertempat tinggal di kawasan Bungur, Senen, Jakarta Pusat). Kedua, Habib Ali Bin Abdurrachman Alhabsy yang tinggal di Kwitang, juga dikenal sebagai Habib Ali Kwitang. Keduanya berasal dari kalangan Habaib, dari Hadramaut, Yaman.

Bersebab dari kedua Habib diatas yang menurunkan ilmu-ilmunya kepada duet Syafi’i inilah ajaran dan tuntunan Islam yang kita anut dan kita amalkan hingga saat ini terus dijaga kemurniannya. Bersilsilah, sambung menyambung dan berterus ke atas hingga ke Rasulullah SAW. Maka, boleh dibilang bahwa muara ilmu agama para ulama dan guru-guru di Betawi yang diturunkan kepada segenap murid-muridnya hingga sampai pada kita adalah bersumber dari kedua Syafi’i diatas. Sejatinya, ke-islam-an umat muslim Betawi di Jakarta adalah bersumber dari mereka. Ya,  jadilah muslim Betawi itu satu ilmu satu guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar