Selain
Jalan Casablanca --Jalan ini dipersembahkan sebagai komitmen pemerintah kota
bagi sister city project antara Kota Casablanca, Maroko, Afrika Utara dengan
Jakarta--, ada sepenggal jalan yang menghubungkan kawasan Rasuna Said dengan
Kampung Melayu. Bila Casablanca membentang dari Kolong Fly Over Rasuna Said
hingga pertemuan dengan Jalan DR. Saharjo, maka terus ke arah timur, ruas jalan
berganti dengan nama jalan KH. Abdullah
Syafi’i.
Jalannya sangat lebar dan panjang. Dulunya, hingga tahun 90-an, jalan itu
bernama Jalan Lapangan Roos Raya. Lalu, siapakah Syafi’i ini yang bisa
menggantikan Lapangan Roos itu? Bisa-bisanya nama itu bertengger di jalan yang
cukup prestisius di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Masih
di wilayah Jakarta Selatan, tepatnya di kawasan Gandaria, Kebayoran Baru, ada
sebidang jalan, sepanjang kurang lebih 800 meter, yang menghubungkan kawasan
Gandaria ke arah barat, ke Mall Gandaria City, Kebayoran Lama. Saat itu
(sekitar tahun 90-an) di sisi jalan ada perumahan mewah yang cukup mentereng,
perumahan Taman Gandaria, makan oleh warga sekitar, jalan itu dinamakan Jalan
Taman Gandaria. Namun itu dulu. Kini, jalan itu berubah nama menjadi Jalan KH. M. Syafi’i
Hadzami. Lantas, siapakah Syafi’i yang satu ini, yang bisa menggantikan
jalan Taman Gandaria? Bisa-bisanya nama itu bertengger di jalan yang cukup
prestisius di kawasan Gandaria, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Siapa dia?
Keduanya
menyandang nama yang sama. Keduanya juga sangat mumpuni di bidangnya. Keduanya
juga sama-sama ahli agama. Keduanya juga mempunyai murid ribuan. Keduanya juga
berasal dari etnis yang sama. Keduanya juga berguru pada guru yang sama. Ringkasnya,
banyak kesamaan diantara keduanya. Ada duet Syafi’i yang berpengaruh dan
termashur di tanah Jakarta, hingga nama keduanya ditasbihkan menjadi nama jalan
di salah satu kawasan bergengsi di Jakarta. Tanpa ke-duo Syafi’i ini, entah apa
jadinya dengan perjalanan Islam dan kehidupan keagamaan di tanah Jakarta pada
tahun-tahun mutaakhir ini.
Bagi
anak kemaren sore atau yang lahir pada tahun 2000-an, mungkin tidak tahu apa
dan siapa duo Syafi’i itu. Boleh jadi dalam benak mereka, Syai’ei adalah nama
pahlawan yang berperang di zaman Belanda dulu. Atau bisa jadi mereka berpikir
bahwa duo Syafi’i itu adalah hanya nama jawara di kawasan deket-deket situ.
Baik,
bagi mereka yang ingin tahu, inilah sedikit kisahnya.
KH.
Abdullah Syafi’i adalah putra Betawi yang lahir di tahun 1910. Dari nama
belakangnya, maka mudah dikenali bila ia adalah putra dari K.H Syafi'i bin Haji Sairan, seorang
guru agama di bilangan Manggarai, Jakarta Selatan. Semasa mudanya, ia aktif
dalam kegiatan dakwah, belajar dan mengajar. Ia belajar dari berbagai macam
guru dan habaib yang bertebaran di Jakarta. Diantara guru-gurunya adalah duo Habib Ali , yakni Habib Ali Kwitang
dan Habib Ali Bungur.
Selepas belajar,
ia habiskan waktu untuk memimpin dan mengajar murid-muridnya. Lantaran dirasa
makin banyak muridnya, di tahun 60-an ia
dirikan, di dekat rumahnya, Perguruan
Islam As-Syafi’iyaah di Balimatraman, Manggarai, Jakarta Selatan. Perguruan ini
adalah salah satu Perguruan Islam tertua di Jakarta. Saking terkenalnya
perguruan ini, banyak para orang tua Betawi yang menyekolahkan anaknya ke sini.
(lihat link).
Selain
Perguruan Islam dan Pondok Pesantren di Jatiwaringin dan Pulo Aer, Sukabumi, legacy ayah dari Tutty Alawiyah, --bekas
Menteri Peranan Wanita era Presiden Habibie-- adalah Radio Assafiyyah. Zaman tipi hanya ada TVRI, radio ini menjadi
radio favorit para orang tua Betawi. Tiap menjelang kumandang azan, radio ini
kerap melantunkan Shalawat Tarhim. Untuk positioning,
kini radio tersebut berubah nama menjadi Radio RasFM dengan tetap
mempertahankan ciri khasnya sebagai radio rohani keagamaan. Beliau wafat pada
03 September 1985 dan perjuanganya diteruskan oleh anaknya yang bernama KH.
Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i.
Adapun
KH. M. Syafi’i Hadzami, atau lebih dikenal dengan Muallim Syafi’i, adalah seorang
fuqoha atau ahli fiqih dan hukum
Islam. Sejatinya, nama aslinya hanya Muhammad Syafi’i. Ia lahir di Jakarta sekitar
tahun 1931-an. Jika Habibie dijuluki sebagai Mr Clack
lantaran keahliannya menghitung crack propagation on random sampai ke
atom-atom pesawat terbang, maka putra dari M. Saleh Raidi ini di
tasbihkan oleh para gurunya dengan julukan Hadzami lantaran penguasaannya yang
mendalam terhadap ilmu-ilmu agama,
seperti Ilmu Fiqih; Ilmu Hadist; Ilmu Tafsir; dan Ilmu Tauhid.
Menariknya,
bila ulama atau ahli agama kondang disebut dengan panggilan Pak Kyai, maka M.
Syafi’i Hadzami, dipanggil dan dikenal di kalangan murid-muridnya dengan
panggilan “Muallim”. Tampaknya beliau sengaja menyamankan diri dengan panggilan
muallim lantaran kerendah hatian beliau. Gelar Muallim dirasa cocok disandang
olehnya, sebab saban harinya, dari pagi hingga larut malam, beliau bergelut
dengan kitab dan buku mengajar para murid-muridnya yang notabene kebanyakan
sudah ber ‘title’ ustaz dan menjadi guru, yang tersebar diberbagai pelosok
Jakarta. Boleh dibilang, Muallim adalah sang professor yang mengajari para
doktor dalam keilmuan Islam.
Dimasa
kecil hingga mudanya ia tinggal di Kampung Kepu, dekat kawasan Kemayoran,
Jakarta Pusat. Nah, menjelang usia dewasa baru lah ia hijrah ke bilangan Gandaria, Jakarta Selatan. Itulah
sebabnya, Muallim pernah menjadi Pegawai Negeri dan ditempatkan di RRI, yang
kantornya di Jalan Radio, Gandaria, Jakarta Selatan. Maka selepas kematiannya --07
Mei 2006-- untuk mengenang ketokohannya, para tetua masyarakat Jakarta
mengabadikan namanya menggantikan Jalan Taman Gandaria, yang kebetulan jalan
tersebut tepat melintasi makam tempat ia bersemayam dengan kedamaian.
Itulah
duo Syafi’i, guru dari para guru dan pemuka agama yang pernah ada di wilayah
Jakarta. Mereka berdua berguru pada guru yang sama yakni duet Habib Ali, yakni;
Yang pertama, Habib Ali bin Husein Alattas, atau lebih dikenal dengan Habib Ali
Bungur (lantaran bertempat tinggal di kawasan Bungur, Senen, Jakarta Pusat).
Kedua, Habib Ali Bin Abdurrachman Alhabsy yang tinggal di Kwitang, juga dikenal
sebagai Habib Ali Kwitang. Keduanya berasal dari kalangan Habaib, dari
Hadramaut, Yaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar