Sebagai kota dengan jumlah penduduk yang
banyak, Philadelphia, seperti kota-kota besar di Amerika Serikat lainnya tentu dihadapkan
dengan permasalahan penyediakan perumahan yang layak huni bagi warganya. Dengan
keterbatasan lahan yang ada di perkotaan, maka pemerintah pun membuat perumahan
yang sederhana ukurannya, Dan biasanya, dikhususkan bagi kalangan menengah. Meskipun
kecil, namun pemukiman atau kawasan perumahan di kota dengan panggilan Philly ini sangat tertata dengan baik. Beraturan.
Jarak antara bangunan dengan jalan raya dibuat lurus laksana bujur sangkar
kotak-kotak. Jalan lingkungan disekitarnya pun lumayan lebar, muat untuk ukuran
empat lajur mobil.
Lantaran berukuran kecil, kulihat kawasan
perumahan sederhana di Philly dibuat tanpa
mempunyai halaman depan. Bentuk, ukuran, dan luasnya pun nyaris seragam. Kutaksir
tiap-tiap rumah luasnya hanya sekitar 50 meter persegi, dengan tanpa adanya
garasi atau lahan kosong. Akibatnya, banyak mobil yang terparkir di pinggir
jalan di depan rumah-rumah mereka.
Ada hal menarik yang kujumpai saat berkunjung
ke kota tempat Liberty Bell ini bersemayam pada pertengahan Maret 2016 silam. Meski
tiap rumah tidak memiliki lahan atau halaman depan, namun tidak menyurutkan
mereka untuk melakukan kegiatan tanam menanam, atau lebih dikenal dengan
istilah urban farming, berkebun di tengah kota.
Kegiatan urban farming atau berkebun di
tengah kota yang dilakukan oleh masyarakat perkotaan tampaknya telah mewabah
dan merambah kota-kota besar di dunia, tak terkecuali bagi kota berpenduduk 1,6
juta jiwa ini. Hampir disetiap lingkungan perumahan yang kutemui terdapat
sebidang tanah kosong yang dkhususkan untuk mewadahi mereka yang mempunyai hobi
bercocok tanam. Tadinya aku sempat terkecoh, dari kejauhan kulihat sebidang tanah
tanpa bangunan itu -meski berpagar-, seolah tak terurus, Namun, saat kudekati
ternyata ada aktivitas bercocok tanam disana.
Kulihat beberapa wanita sedang mencabut rerumputan
kecil yang ada di sekitar tanaman berjenis daun bawang. Ada pula yang sibuk
menyemai benih baru. Sehari-hari mereka merawat dan menyemai benih untuk
kemudian menyiraminya dengan air. Kuperhatikan semua tanaman yang berisi aneka bunga,
sayuran, dan tumbuhan khas negara 4 musim, di areal seluas 500 meter itu,
tumbuh dengan suburnya. Ya, awal Maret, memang tengah memasuki awal musim semi,
waktu yang cocok untuk mulai menyemai benih dan bercocok tanam.
Mereka terlihat sangat bersemangat mengolah
tanah, dalam upaya penghijauan lingkungan disekitar tempat tingggalnya. Keseriusan
mereka ini untungnya di back up oleh
pemangku kebijakan disana. Meski lahan di Philly
serba terbatas, namun ada beberapa kavling tanah milik pemerintah yang bisa dimanfaatkan
untuk kegiatan urban farming.
Pemerintah kota Philadelphia memfasilitasi
warga untuk bercocok tanam dengan menyewakan tanah-tanah miliknya kepada para
penduduk sekitar perumahan. Ongkos sewanya pun terbilang murah. Tanah
pemerintah seluas kira-kira 500 meter ini dibagi menjadi beberapa bagian atau
kavling. Tiap kavling luasnya sekitar 30 meter persegi. Luas itu cukup untuk
satu keluarga menanam aneka jenis tanaman, sayuran, dan bunga. Tiap orang yang
hendak menggarap satu kavling itu cukup membayar sekitar 30 dollar per tahunnya.
Untuk meng-organize kegiatan urban farming ini, mereka berkumpul dan
membentuk komunitas yang bernama “Community Garden”. Ada gubuk kecil, semacam sekretariat
untuk mereka berkumpul. Di gubuk seluas 25 meter persegi itu juga digunakan
sebagai tempat menaruh aneka perabot
pertamanan. Kulihat sekop dan pacul tergeletak disudut gubuk. Adapula
berjenis-jenis pupuk kompos. Juga tampak aneka benih dan bibit tanaman. Tiap
anggota bisa memanfaatkannya fasilitas yang ada. Setiap hari, selalu saja ada anggota
komunitas -yang kebanyakan ibu-ibu rumah tangga- menggarap jatah kavling miliik
mereka.
Di Jakarta, sebenarnya mengolah tanah ‘nganggur’
ini telah diterapkan, seperti tampak di sudut jalan, di perapatan Pramuka,
By-Pass. Penggarap tanah tersebut menanami tanah kosong itu dengan aneka macam
sayuran yang bernilai ekonomis. Selain di Pramuka, ada lagi beberapa tanah
milik pengembang di pinggiran Jakarta yang kulihat dimanfaatkan untuk bercocok
tanam. Sayangnya, aku belum mendapati model Philly di tengah pemukiman padat
penduduk di Jakarta. Ya, mungkin lantaran tanah disekitarnya tidak ada yang
kosong. Atau, kalaupun ada tanah kosong, itu milik pribadi (warga), dan biasanya
disewakan untuk parkiran kendaraan warga perumahan.
Solusinya, bila ada tanah milik negara yang ‘tidur’
atau belum termanfaatkan, ditengah-tengah pemukiman, alangkah baiknya bila model
sewa lahan di kota Philadelphia ini bisa dijadikan benchmark, bagaimana konsep urban farming diterapkan di Jakarta dan
kota-kota besar lainnya di Indonesia, ketimbang tanah itu digunakan hanya untuk
lahan parkir mobil!
itu isu yang sangat baik, tapi yg disayangkan adalah tida ada dukungan dari fihak pemangku kebijakan.
BalasHapusyang mereka tahu, ada tanah kosong, ada fulus yang bisa masuk kantong. apalagi kalau berkenaan dengan IMB , hadeeeeeuuuuh. payah deh