Untuk
pergi ke benua Amerika, aku seperti juga para pelancong lainnya harus terlebih
dahulu menuju ke negara-negara yang berada di kawasan utara, seperti Hongkong, Jepang,
Taiwan, ataupun Korea (selatan). Maklum, tidak ada penerbangan langsung dari
Jakarta menuju benua Amerika. Harus singgah di salah satu negara diatas. Kepergianku
ke Amerika ini merupakan perjalanan pertama dengan pesawat yang akan memakan
waktu tempuh yang lama. Selama ini paling lama aku berada dalam burung besi
sekitar 2-3 jam. Belum pernah lebih dari itu.
Sebelum
berangkat mengikuti program #IVLP d Amerika Serikat, pihak kedutaan Amerika
Serikat di Jakarta mengundang aku untuk mengikuti briefing atau semacam technical
meeting menjelang keberangkatanku ke negeri Paman Sam. Ya, ini adalah
semacam pengenalan singkat tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
selama mengikuti program yang dibiayai dari pajak warga USA. Aku tiba Jum’at
pagi (4 Maret 2016), di kantor sementara mereka di bilangan Budi Kemulyaan.
Diterima dengan hangat oleh Bu Stephanie dan teamnya.
Setelah
briefing selesai, bergegas aku menuju
Condet, -setelah sebelumnya Jumatan
di bilangan Otista- lantaran belum semua barang aku check dalam packing-an. Istriku di rumah sengaja mengambil cuti
untuk mengantar kepergianku ke bandara. Rencananya kami akan berangkat dari
Kemang, rumah ibuku. Setelah dirasa tak ada yang terlewat, kami meninggalkan
Kemang menuju bandara pada pukul 15.30, persis setelah shalat ashar. Sengaja
kami berangkat agak dini meski penerbanganku ke Tokyo pada pukul 21.25,
khawatir jika tertinggal pesawat. Maklum ini adalah penerbangan pertamaku
keluar negeri yang jauh.
Penerbanganku
menuju Amerika Serikat akan transit terlebih dahulu di Bandara Narita, Tokyo,
Jepang. Aku berangkat dengan menggunakan
maskapai JAL. Direncanakan tiba keesokan paginya pada pukul 06.35 waktu
setempat. Penerbangan ini memakan waktu
7 jam lebih. Ya, waktu di Tokyo lebih cepat 2 jam ketimbang di Jakarta. Begitu
mendarat, Para penumpang yang akan melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya
akan melalui terminal transit. Dari sini aku menunggu penerbangan ke Dallas
yang direncanakan akan terbang pada pukul 11.30 waktu setempat.
Sepanjang
waktu menunggu penerbangan ke benua Amerika ini, kuhabiskan waktuku dengan
menyusuri bandara Narita, yang seperti bandara lainnya diisi oleh aneka butik
dan toko-toko pakaian, mainan, gadget, dan tentu warung makan. Seperti
kebiasannku, sarapan adalah hal wajib. Aku sempat sarapan pagi di salah satu
food court, membeli makanan sejenis lontong dengan campuran ikan tuna. Aneh
rasanya. Meski demikian, kupaksakan masuk dengan menelan air sebagai pendorong
agar sampai di kerongkongan. Setelah
bosan melihat sudut-sudut bandara, aku memutuskan untuk ke ruang tunggu tempat
pesawat American Airlines terparkir.
Pesawat
yang kutumpangi ini jenis pesawat berbada lebar, dengan komposisi tempat duduk
kelas bisnis dan ekonomi dengan formasi seat 3 - 5 – 3 yakni masing-masing 3
seat dipinggir selasar dan 5 seat di lorong atau row tengah. Jenis Boeing, type
777. Aku duduk dibarisan tengah, jauh dari jendela. Meski demikian, sesekali aku
bisa melihat angkasa luas dari balik jendela bila kebetulan ada penumpang yang
membuka penutup jendela jauh disampingku.
Saat
berangkat dari Narita Tokyo menuju Dallas USA (DFW). Rute yang dilalui adalah
membelah Samudera Pasifik. Ya hampir 90 persen penerbangan itu berada diatas samudera
nan luas. Perjalanan pergi ini memakan waktu 11 jam 40 menit. Hampir setengah
hari penuh. Waktu yang sangat lama itu kuhabiskan dengan bengong, nonton film
di layar kecil yang ada tepat di depan kursi duduk, denger music, bengong lagi,
lalu mencoba tidur atau lebih tepatnya memejamkan mata, tidur sekejap, ngiler,
bangun, bengong lagi. Begitu seterusnya. Bosan? Tentu saja. Ditambah lagi makanan
yang di sajikan di dalam pesawat tak ada satupun yang menggugah selera.
Semuanya hambar. Dilalahnya, kepalaku
pun terasa pening dan sakit. Mungkin lantaran terbang di ketinggian atau bisa
jadi kurang istirahat. Maklum, semalam saat terbang dari Jakarta ke Tokyo aku
sulit tidur. Jadilah penerbangan 11 jam-an ini sangat menyiksa.
Hatta, sampai juga pagi di Amerika. Jam menunjukkan pukul 08.10 waktu Dallas.
Pesawat mendarat dengan mulus di bandara yang sangat luas. Ya, sepertinya
bandara ini berada di padang gurun yang luas lantaran tidak ada bangunan
menjulang tinggi sebagai penanda ada kota deket-dekat situ. Yang tampak dimata
hanya tanah lapang dengan langit yang biru bersih, persis seperti di Amerika,
hehe.. Finally, sampai juga di Amerika.
Sedikit
aku ingin bercerita tentang bandara Dallas Fort Wort atau DFW. Bandara ini
adalah gerbangnya Amerika yang akan menghubungan para pelaju menju kota-kota
lainnya di Amerika. Ia semacam bandara hub. Dari sini kita bisa terbang ke
utara amerika, ke selatan, terus ke timur bahkan ke Negara tetangga USA
lainnya. Ada 5 terminal, A sampai E. Untuk menuju terminal satu dengan yang
lainnya, kita harus naik trem atau semacam kereta layang yang mengitari
bandara. Bentuk bandaranya sendiri seperti daun atau jembatan semanggi, di
Jakarta. Namun daun semanggi ini banyak jumlahnya. Bisa
di lihat di
Itulah
perjalanan atau keberangkatanku ke Amerika. Nah, lalu bagaiman adengan
perjalanan atau kepulanganku dari Amerika? Berbeda tentunya, meski sama-sama
dating dan pulang dari bandara Dalllas. Ini sedikit paragraf rute kepulanganku
ke Jakarta.
Rute
pulang dan pergi ku ke USA mengalami perbedaan yang cukup signifikan. Bila saat
pergi hanya menempuh perjalanan terbang selama sekitar 11 jam 40 menit, nah
ketika pulang ke Jakarta Via Hongkong, kami menempuh jarak 13.053 Km, dengan waktu terbang selama 16
jam 35 menit! Kok bisa lama? Inilah yang menggelitik keingintahuannku.
Yang
namanya pulang, tentu sesuatu yang diidam-idamkan. Ingin cepat bertemu dengan
keluarga di rumah. Kalau bisa, penerbangannya tak lama. Namun dari tiket yang
kuperoleh, untuk kepulanganku ke Jakarta akan memakan waku tempuh selama 16 jam
lebih, non stop!!
Jujur
saja aku tidak nyaman dengan jadwal kepulanganku ini. Aku tidak puas dengan itinerary yang dibuat. Namun, mau
bagaimana lagi. Dalam programku, kota terakhir yang kusambangi adalah Salt Lake
City, Utah. Dari kota ini biasanya penerbangan keluar Amerika yang akan menuju
kawasan Asia, akan melalui bandara di negara bagian California, di barat benua
Amerika. Nah, lantaran menggunakan maskapai American Airlines, -untuk ke
Jakarta- kami harus terlebih dulu kembali ke Dallas yang berada di tenggara Salt
Lake City. Agar jelasnya, mungkin bisa aku gambarkan sebagai berikut; Bila kita
hendak ke kawasan Timur Tengah atau Eropa dari Indonesia; Jika posisi kita saat
itu ada di Palembang, maka tentu lebih dekat langsung ke Batam atau Singapura.
Nah, kami dipaksa terbang dulu dari Palembang ke Jakarta untuk kemudian balik
lagi ke arah barat, yang berarti akan terbang atau melintasi kembali wilayah
Palembang atau Sumatera Selatan! Jika dilihat di peta, tentu akan lebih
ekonomis bila dari SLC kami terbang ke San Francisco ataupun kota-kota di
California untuk kemudian lompat ke barat, ke arah Jepang atau Pasifik.
Dan
ternyata, sialnya pesawat tidak lurus terbang melawati Samudera Pasifik
melainkan ke utara melalui Vancouver, Canada, Kutub Utara, Rusia, Korea, Cina dan
berakhir di Hongkong. Total waktu tempuh yang digunakan 16 jam 35 menit, nonstop.
Jadilah aku rugi 5 jam di udara, grrr grr..!!
Pesawat
terbang dari DFW, Sabtu 26 Maret 2016 tepat pukul 12.25, siang hari. Saat
mengudara, ada terbersit kekhawatiran bila tiba-tiba saja mesin pesawat mati.
Ya, mungkin agak naïf dan konyol, aku sendiri tak tahu mengenai permesinan,
tapi dengan 16 jam nonstop mesin dalam kondisi ON dan terus berfungsi, pikiran
sederhanaku terbersit. “lha apa gak capek
mesin bekerja hamper seharian penuh!” Batinku.
Sama
seperti waktu berangkat, pulang pun tak banyak aktivitas yang kulakukan. Hanya
duduk tenang, nonton, denger music,
tidur, bengong, begitu seterusnya
selama 16 jam lebih. Nyaris sepanjang perjalanan aku tidak menjumpa malam. Yang
tampak dari balik jendela hanya warna terang, dengan daratan berselimut putih
salju. Beruntung aku tak mengalami pusing dan sakit kepala seperti ketika waktu
berangkat.
Akhirnya
menjelang batas akhir senja, tepat pukul 18.00 waktu Hongkong, American
Airlines mendarat dengan mulus. Lega rasanya. Masih tampak jelas kulihat
suasana kota Hongkong dengan bangunan-bangunan tinggi menjulang dan posisi
bandaranya yang terletak tepat di pinggir laut.
Bergegas
kami berlari lantaran hanya tersisa waktu satu jam untuk pindah dan ganti
pesawat yang akan membawa kami ke Jakarta. Kami terbang pukul 19.05, dengan
Cathay Pacipic, dan direncanakan kami tiba di Jakarta tengah malam pada pukul 22.50.
Di Jakarta, Razi dan Ranza telah menunggu. Pelukan dan sapaaan hangat mereka
meluluhkan kepenatanku setelah seharian penuh terbang melintasi benua dan
samudera. Welcome Jakarta!
16 jam di udara.. Hebat. Pengalamanku paling lama 11 jam KL-Istanbul. Melelahkan memang. Tapi tetap mengasyikkan. Selamat ya kawan (y)
BalasHapusceritanya sangat menginspirasi. sukses terus mas rahmat.
BalasHapus