Kamis, 05 Oktober 2017

Mungkin Ini Sepele, Namun Jangan Sampai Luput Dibawa

Untuk urusan santap makan tampaknya orang Indonesia punya selera yang tinggi. Belum puas dengan olahan bumbu yang telah di racik oleh sang koki atau chef, --sebelum menyantapnya, dengan mencicipi sedikit-- biasanya kita akan menambahkan rasa penyedap (bisa di tambah manis, asin ataupun pedas) kedalam piring atau mangkok makanan, tergantung selera masing-masing.  Barulah hidangan itu kita makan.
Nasi Goreng dari restoran Dynasti, DC

Maka di setiap rumah makan di tanah air, selain kecap (manis/asin), saos tomat dan saos pedas, kadang pula ada garam, ataupun merica yang biasanya tersaji di meja makan. Semua penyedap rasa itu semacam ‘aksesoris’ wajib yang harus ada dan tergeletak diatas meja, di samping tempat untuk menaruh seperangkat sendok/garpu. Bahkan ada pula tambahan kerupuk atau emping tersaji disudut meja makan. Baik itu restoran kelas kaki lima ataupun restoran elite, di Jakarta  ataupun di daerah lainnya, begitulah gambaran mejanya.

Santapan ala mediterania, North Africa
Sebelum berangkat ke Amerika, berulang kali kubaca dan kupelajari kisah perjalanan dari beberapa orang yang ada di blog mereka. Dari situ banyak informasi dan masukan yang kudapatkan, seperti hal-hal kecil yang mungkin sepele yang luput dari pikiran. Colokan listrik misalnya. Disana, model colokannya beda dengan di Indonesa, bentuknya lancip seperti obeng dengan ‘duamata’. Nah, yang pertama kucari dan amankan dalam tas kecilku tentu colokan itu, Jangan sampai gara-gara lupa bawa, hape tak ter-charger. Benda kedua yang kupersipakan dan kubawa adalah detergent. Ya, untuk menghemat pengeluaran, aku sengaja tidak menggunakan jasa laundry di hotel. Nyuci sendiri menjadi pilihan bijak. Meski disana banyak tersedia detergent namun dari literature yang kubaca, ukurannya sangat besar dan tak ada yang seukuran sachet atau sekali pakai. Maka di Jakarta, kubeli detergent yang ukuran kecil, agar begitu selesai nyuci, langsung dibuang tanpa sisa. Beres! Nampaknya tak ada barang remeh temeh namun penting yang luput kubawa. Packing pun dimulai, semuanya masuk ke koper besar dan tas selempang kecil untuk menaruh dokumen-dokumen penting seperti passport dan tiket perjalanan.

Salmon panggang ala Thailand di Reading Market, Philly
Begitulah hingga mendaratlah aku di tanah impian. Nah, begitu tiba waktu makan dan mulai mencicipi pola dan budaya makan Amerika, kejadian juga akhirnya. Ternyata ada satu barang yang luput kubawa. Apa itu? Kecap manis! Ceritanya, waktu pertama kali makan malam, oleh pemandu aku diajak untuk menikmati santap malam di restoran Chinese yang halal, deket dengan Dupont Circle. Mereka sengaja mengajakku ke sana lantaran restoran itu sudah terkenal di kalangan para indonesianis yang tinggal di Washington DC. Beragam menu dengan olahan nasi tersedia. Dan, yang paling favorit tentu saja nasi goreng. Rasanya khas seperti nasi goring (nasgor) yang dijual di restoran-restoran mahal di tanah air. Nah, inilah mulanya. Saat hendak menyantap nasgor, ada rasa yang kurang pas di lidah. Kurang manis. Bila nyantap nasgor di Jakarta, biasanya aku pasti menambahkan kecap manis sebagai penyedap rasa olahan nasgor. Namun yang kulihat tak ada kecap manis tersedia di meja makan ataupun di dapur mereka. Tampaknya mereka tak mengenal rasa Kecap model AB* atau Bang*. Kalaupun ada, bentuk dan rasanya seperti selei manis. Hanya itu. Karena bentuknya seperti jel dan tidak cair, jelas rasanya jadi aneh bila dicampur dengan nasi atau masakan lainnya.

ala vietnam, udang. @St Louis
Apa boleh buat meski tanpa kecap manis, nasgor itu kuhabiskan. Meski habis namun santapanku kurang lahap, kurang nikmat. Malam itu aku belum begitu ‘sakau’ lantaran makan tanpa kecap. Baru pada waktu makan berikutnya, disaat masakan dan makanan itu membutuhkan penyedap rasa dari kecap, mulailah aku mengutuk diri, kenapa waktu di tanah air tak sempat beli kecap botol. Sekiranya aku bawa tentu cita rasa dan kelezatan santapanku akan dahsyat.

Tak hanya di DC, di kota-kota lain pun demikian adanya. Tak ada kecap manis. Hanya ada saos tomat dan sejenis saos cabe (pedas), berbentuk sachet kecil. Sialnya, kecap model (rasa dan bentuk) seperti di tanah air tak kujumpai di toko-toko yang menjual kebutuhan masak. Yang ada hanya produk olahan dari berbagai macam daging dan keju. Kalaupun ada saos, rasa dan bentuknya sangat beda. Biasanya digunakan untuk penambah cita rasa olahan makanan dari Eropa (Italia) atau Afrika Utara.

Ketiadaan kecap ini menjadi masalah bila aku bersantap di rumah makan asia. Dimana selalu tersedia rice dalam salah satu menunya. Menu dan olahan yang disajikan pun sesuai dengan lidah Indonesia. Dan bagiku, kecap manis tentu harus ditambahkan sebagai penyedap rasa. Selama di Amerika, memang tidak selamanya kami memakan masakan asia (oriental). Hanya sesekali saja. Sering kali kami mencoba menu dan masakan berbeda dari berbagai Negara dan budaya. Hari ini makan di restoran Jepang, besok nyicipin makanan ala timur tengah, lusa nyoba makanan afrika utara, (mediterania) lain waktu nyoba makanan asia barat (India, Pakistan, dsk), dan kembali kemakanan amerika (barat). Memang bila kita bersantap dengan makanan style America, kecap manis tak perlu digunakan. Steak misalkan, hanya cukup saos sambal dan tomat. Begitupun sandwich atau burger. Sama seperti Amerika, olahan dari Afrika Utara pun yang rasanya kayak nano nano tidak membutuhkan kecap manis.
Ala Jepang


Begitulah, bagi Anda yang gak bisa lepas dari masakan asia jangan lupa bawa botol kecap/saos agar selera makan anda tak terganggu, hehe..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar