Syahdan,
tersebutlah kisah tentang komunitas semut disuatu tempat, di kawasan Sentul,
Jawa barat. Para semut tinggal di suatu lembah yang tersembunyi, di kelilingi
oleh tanaman perdu dan rumput-rumput ilalalng. Kawasan yang dihuni oleh komunitas
semut ini sangat terlindungi dari gangguan mahluk-mahluk lainnya. Jarang ada
binatang maupun manusia yang pernah singgah ke lembah tersembunyi itu. Kalaupun
ada manusia yang kesana, tentulah para pencari kayu bakar ataupun kelompok
pecinta alam.
Sama
seperti bangsa manusia, mereka pun suka kongkow
dan ber-sosialita. Ada suatu tempat
favorit sebagai meeting point mereka
untuk ngobrol sekaligus melepas penat setelah seharian mencari makan atau bekerja
di sekitar rumah-rumah mereka. Saban pagi atau sore, para semut itu berkumpul
di suatu tempat membicarakan urusan mereka. Tempat ini semacam alun-alun kota.
Kebetulan disana terdapat semacam bangunan yang enak untuk dijadikan sandaran atau
berteduh.
Diantara
komunitas semut itu, ada beberapa ekor semut yang cukup berpengaruh diantara
semut-semut lainnya. Karena ketokohan dan pengaruhnya, masing-masing semut
menjadi pelindung bagi kelompok semut yang lemah diantara mereka. Semut itu
semacam God Father yang melindungi
semut-semut lemah dari ancaman semut-semut lainnya yang lebih besar dan kuat.
Nah, diantara tokoh-tokoh semut itu terdapat seekor semut yang disenangi oleh
semut-semut lainnya. Ia disenangi lantaran tak pernah berbohong, dapat
dipercaya, atau bahasa kerennya mempunyai integritas yang tinggi, selalu
bersikap ramah, adil dan menolong kepada semut-semut lainnya. Ia juga memiliki tutur
kata halus, berbudi pekerti baik, dan, satu lagi, ia dikenal sebagai keturunan dari
keluarga semut yang terpandang. Terpandang bukan karena kekayaannya, namun
terpandang karena ketokohannya diantara bangsa semut-semut lainnya. Kita panggil
saja semut ini dengan sebutan Semut Ireng.
Nah,
pada suatu pagi yang cerah, di saat komunitas semut itu berkumpul seperti
biasanya di ‘alun-alun kota,’ Semut Ireng ini bercerita kepada bangsanya.
“Hai bangsaku aku baru saja pergi ke
tempat yang sangat jauh dari sini. Tempat itu sangat menarik dan bagus, belum pernah
aku lihat tempat sebaik tempat itu. Aku menyebrangi sungai yang airnya jernih. Disana
juga aku melihat taman-taman yang indah, yang tak ada di sekitar tempat kita
ini. Aku juga melihat teman-teman kita, para semut lainnya sedang berjalan-jalan
menyusuri jalan yang aku lewati.”
“Ahh masa, yang benar saja? Aku tak
percaya pada ceritamu, Semut Ireng. Aku lihat kamu tadi malam tidur di rumah istrimu,
lalu bagaimana mungkin kamu pergi ke suatu tempat yang kau ceritakan itu. Untuk
keluar dari lembah ini saja, kita butuh perjalanan satu purnama penuh, lalu
bagaimana mungkin kamu dapat pergi ke suatu tempat seperti yang kau ceritakan itu?
Kau pembohong besar, bulshit!! (kata bulshit juga dikenal di komunitas semut,
yang berarti omong kosong, heheh..)
Lalu,
terjadilah kehebohan di komunitas semut itu atas cerita dan pengakuan si Semut Ireng.
Mereka menudingnya telah gila. Namun tak semua semut menuduhnya berbohong, ada
satu teman Semut Ireng, yang mempercayai ceritanya.
“Kalaupun Semut Ireng bercerita atau membual yang
lebih heboh dari cerita ini, aku pasti mempercayainya. Sepanjang kehidupanku,
tak pernah aku temui semut sejujur Si Ireng di lembah ini. Maka, mana mungkin
ia mempertaruhkan kredibiltasnya, hanya untuk cerita yang kalian katakana bohong
ini. Aku beriman dan percaya pada kisahnya,” ujar satu teman si Ireng.
Pembaca,
bila memakai logika para semut tentu takkan mungkin ia pergi ke suatu negeri
yang jauh hanya dalam hitungan setengah malam saja. Namun, bila memakai logika mahluk
yang bernama manusia, apa yang dialami Semut Ireng itu tidak lah mustahil. Menurut logika manusia,
kisah yang terjadi pada Semut Ireng ini bisa dikisahkan sebagai berikut:
Pada
saat Semut Ireng tidur, ia dibangunkan oleh sosok mahluk besar bernama manusia.
Sosok itu memegang tubuh kecil Semut Ireng dengan hati-hati dan meletakkannya
ke sebuah mobil. Lalu dengan kecepatan tinggi mobil itu melaju ke jalan tol
Jagorawi, dan melewati beberapa kawasan yang tak pernah di lihat oleh Semut
Ireng. Nah, tibalah mobil itu di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Disana
telah menunggu pesawat jet pribadi yang memang telah disiapkan untuk membawa
orang itu beserta Semut Ireng ke suatu wilayah/negeri yang jauh, yang belum pernah dilihat oleh bangsa semut.
Dengan
kecepatan supersonik pesawat jet pribadi itu terbang, melintasi Pulau Sumatera,
Lautan Hindia, terus berputar hingga sampailah pesawat itu ke Pegunungan
Himalaya, di Nepal. Di puncak bukit, di dataran tinggi itu, pesawat mendarat. Lalu
orang yang membawa Semut Ireng itu turun bersamanya. Dan Semut Ireng itu
bertemu dengan mahluk-mahluk lainnya yang mendiami pegunungan Himalaya. Sampai akhirnya
Semut Ireng itu bertemu dan berbicara dengan Penciptanya, di puncak gunung
Himalaya.
Dalam
perjalanan dari Halim ke Himalaya itu, Semut Ireng sangat takjub dengan apa
yang dilihatnya. Tak sampai subuh, pesawat itu sudah terbang kembali ke Halim dan
orang itu membawa kembali si Semut Ireng ke rumahnya kembali ke komunitasnya.
Lalu
Semut Ireng mulai bercerita seperti cerita diawal tulisan ini. Itulah kisah
perjalanan ‘Isra’ Mi’raj’ si Semut Ireng dari Sentul hingga Halim, di Jakarta,
lalu ia terbang ke pegunungan Himalaya di Nepal. Peristiwa yang menimpa Semut
Ireng itu bisa dikatakan kejadian yang luar biasa dan merupakan peristiwa yang
tergolong suprarasional dan metafisika bagi bangsa semut. Namun, lain halnya
bagi bangsa manusia, atau bagi alam pikiran manusia. Kejadian yang menimpa
Semut Ireng itu tidaklah sulit untuk dipahami. Ia begitu mudah untuk dicerna. Sama
halnya dengan kisah Isra’ Miraj-nya Nabi Muhammad SAW. Peristiwa itu tentu sulit
untuk dipahami oleh akal manusia biasa. Akan tetapi, dari percontohan dan cerita
tentang Semut Ireng diatas, kisah yang dialami Nabi Muhammad SAW tidak lah
sulit untuk dipahami. Ia nyata adanya, bukan isapan jempol belaka..
"Maha
suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari
Masjidil Haram (di Makkah) ke Masjidil Aqsha (di Palestina) yang telah Kami
berkahi sekelilingnya. Agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda tanda (kebesaran)
Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’ ayat 1)
Sumber
photo: http://islamidia.com/kenapa-rute-isra-miraj-lewat-palestina-ini-penjelasan-detailnya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar