Satu-satunya
legacy yang patut dibanggakan oleh duet
kepemimpinan Basuki & Djarot --yang sebentar lagi akan berakhir-- adalah
keberadaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak atau yang lebih dikenal dengan sebutan
“RPTRA”. Pembangunan RPTRA sendiri dimaksudkan sebagai salah satu upaya
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penyediaan ruang terbuka yang ramah anak,
disamping juga sebagai tempat berkumpul dan berkegiatan semua lapisan
masyarakat (komunitas) dalam suatu wilayah atau lazim disebut sebagai community center.
Keberadaan
RPTRA ini telah mendapat perhatian dan apresiasi yang luas dari berbagai
kalangan. Antusiasme itu ditunjukkan dengan peninjauan ke lokasi-lokasi RPTRA
oleh berbagai kalangan seperti para korps diplomatik, pejabat pemerintah dan
tamu-tamu negara sahabat yang berkunjung ke Jakarta. Mereka datang untuk
menyaksikan secara langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh berbagai
komunitas dan anak-anak dalam RPTRA. Mereka terkesan dengan fungsi dan tujuan
RPTRA yang ingin mewujudkan kehidupan yang ramah anak dalam suatu kawasan atau
ruang publik yang ramah anak di Jakarta.
Upaya
untuk mewujudkan kehidupan yang layak bagi anak dengan penyediaan ruang publik
ramah anak, yang diinisiasi oleh Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak Dan
Pengendalian Penduduk (DPPAP) Provinsi DKI Jakarta patut diapresiasi. Namun
demikian, usaha tersebut tidak lantas berhenti dengan pembangunan ratusan RPTRA
semata, akan tetapi perlu adanya inovasi, perluasan, dan upaya pengembangan
dalam bidang pembangunan yang lain agar program perlindungan anak menuju
perwujudan kota Jakarta sebagai Kota Layak Anak (KLA) dapat terus terpelihara. Salah
satu program yang layak dicanangkan adalah dalam bidang pendidikan yakni mewujudkan
Sekolah Ramah Anak (SRA) di DKI Jakarta.
Di
DKI Jakarta bukan tidak di temukan Sekolah Ramah Anak. Di SMAN 3 dan SMAN 29,
Jakarta Selatan, misalnya, telah menjadi sekolah rujukan nasional sebagai
Sekolah Ramah Anak. Namun demikian, kebijakan ini perlu diperluas dengan
menyasar kepada seluruh sekolah yang ada mengingat Jakarta adalah barometer kualitas
pendidikan di Indonesia. Disamping itu yang tak kalah menariknya adalah sosok
dari Gubernur DKI Jakarta terpilih, Anies Rasyid Baswedan. Doktor lulusan Northern Illinois University ini bukanlah
orang baru dalam dunia pendidikan. Inisiator “Gerakan Indonesia Mengajar” ini sebelumnya
pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan pada Kabinet Kerja Jokowi. Momentum kepemimpinan
Anies ini seyogyanya dapat diambil agar kebijakan SRA dapat segera
diimplementasikan di seluruh sekolah-sekolah yang ada di DKI Jakarta.
SRA itu
sendiri merupakan komponen yang tak terpisahkan sebagai upaya untuk mewujudkan
salah satu indikator KLA. Perlu diingat bahwa usia anak adalah usia sekolah,
dimana hampir sepertiga waktu anak akan dihabiskan di lingkungan sekolah. Karena
itu keberadaan SRA memegang peranan yang signifikan bagi tumbuh kembang, dan
pembentukan karakter kepribadian anak.
![]() |
Sarana olahraga SMAN 3, Jakarta |
Untuk
mewujudkan hal tersebut, bagaimana kita men-design
dan meng-create Sekolah Ramah Anak
(SRA) pada sekolah-sekolah yang ada di Jakarta? Yang pertama adalah harus ada
komitmen dan keterpanggilan dari para stakeholders
di sekolah tersebut, seperti guru, wali murid (komite sekolah), dunia
usaha, dan pemerintah untuk mewujudkan SRA. Tanpa adanya komitmen, bagaimana
mungkin terjalin sinergisitas, pelibatan, dan peran serta aktif para pemangku
kepentingan dalam setiap permasalahan dan persoalan yang menyangkut anak.
Sekolah
Ramah Anak sendiri adalah suatu sekolah yang bertujuan untuk memastikan bahwa
sekolah memenuhi, menjamin, dan melindungi hak-hak anak. Mengembangkan minat,
bakat, dan kemampuan anak agar terwujud anak yang sehat jasmani dan rohani, serta memiliki ilmu
pengetahuan, keterampilan, berbudi pekerti luhur, dan berakhlak mulia. SRA juga
mempersiapkan
anak untuk bertanggung jawab kepada kehidupan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta membawa
rahmat bagi seluruh alam.
![]() |
Suasana belajar di SMAN 3, Jakarta |
Jam
sekolah yang berdurasi sekitar 8 (delapan) jam per hari harus dimanfaatkan
sebaik mungkin untuk pembentukan karakter dan kepribadian anak. Anak harus
merasa nyaman berada di lingkungan sekolahnya. Lingkungan sekolah bagi anak, disamping
sebagai tempat belajar, pembentukan nilai-nilai luhur dalam diri anak, juga
tempat mereka bermain dan berkumpul dengan teman-temannya. Bagaimana kita
memastikan agar sekolah menjadi tempat favorit bagi anak-anak. Harus dipastikan
tidak ada pem-bully-an, --baik fisik
maupun mental-- dan kekerasan antar siswa (perkelahian) di sekolah, Bagaimana
kita membuat agar anak tidak merasa jenuh dan takut untuk berangkat ke sekolah.
Dengan demikian, sekolah akan menjadi tempat yang menyenangkan bagi sepertiga
waktu mereka, anak menjadikan sekolah sebagai rumah keduanya.
Setelah
adanya komitmen dari para pemangku kepentingan lalu dibentuklah Tim Pelaksana
SRA yang akan merencanakan dan membuat kebijakan-kebijakan demi terwujudnya
SRA. Tim ini akan bertugas untuk menginventarisir kebutuhan-kebutuhan apa saja
yang harus disiapkan, sarana dan prasarana apa saja yang mesti dibangun agar
tercipta suasana yang kondusif bagi proses belajar mengajar siswa.
![]() |
Zona aman selamat sekolah |
Sebagai
perwujudan SRA, ada beberapa sarana dan fasilitas yang harus dipenuhi. Misalnya,
agar para siswa (anak) dalam pergi dan berangkat ke sekolah merasa aman dan
nyaman tanpa khawatir akan bahaya kendaraan bermotor, maka harus dibuatkan
suatu kawasan rute aman dari/ke sekolah, beserta rambu-rambu lalu lintas dan
perangkat sarana pendukung lainnya. Keberadaan Zona Selamat Sekolah (Zoss)
merupakan komponen yang harus ada dalam setiap SRA.
![]() |
Perpustakaan SMAN 3, Jakarta |
Di
dalam lingkungan SRA akan terdapat beberapa fasilitas, sarana, dan miniatur
pendukung bagi tumbuh kembang dan penambah wawasan anak, seperti: Adanya Taman
Lalu Lintas; Tersedianya ruang dan tenaga konseling bagi siswa; Serta ruang/pojok
Bahaya HIV/AIDS dan Narkoba; Disamping itu, untuk meningkatkan wawasan dan
pengetahuan anak, maka keberadaan perpustakaan yang lengkap dengan koleksi yang
beragam, dengan suasana ruangan yang nyaman menjadi suatu keniscayaan pada
setiap SRA.
Selain
pemenuhan sarana dan fasilitas penunjang SRA, yang tak kalah pentingnya adalah adanya
peningkatan kualitas pendidik (guru) terkait dengan hak-hak anak yang
komprehensif. Peningkatan kualitas guru diibaratkan sebagai software untuk pembentukan SRA. Guru
dididik dan dilatih untuk mengetahui tentang tumbuh kembang anak, problematika
dalam dunia anak dan remaja serta apa yang menjadi hak-hak anak dalam kehidupan
sosial kemasyarakatan.
Sebagai
panduan untuk mewujudkan SRA, dapat dilihat pada Permen PP dan PA No 8/2014. Dalam
permen tersebut tertulis beberapa indikator sebagai acuan bagaimana
merencanakan dan melaksanakan SRA. Bila semua ini dilakukan niscaya cita-cita
mewujudkan kota Jakarta sebagai kota pendidikan yang ramah bagi anak bukan
isapan jempol dan angan-angan semata.
Sumber
foto-foto:
Sumber
Ilustrasi:
https://www.dreamstime.com/stock-illustration-children-playing-slide-school-cartoon-full-color-image67408586#