Alhamdulillah, meski letaknya dilingkungan padat penduduk, kami dapat memiliki rumah, masih di
Jakarta. Letaknya strategis, dekat kemana-mana. Ke PGC Cililitan misalnya,
hanya ‘selangkah’ saja. Tinggal di kawasan padat penduduk seperti di Condet ini
membuat kami harus banyak bertenggang rasa dengan para tetangga kiri kanan,
depan belakang. Tidak bisa kami bersikap individualis dan semau gue seperti yang pernah kami terapkan di Kemang. Di Kemang, keluarga
kami nyaris tinggal sendiri dalam arti tak mempunyai tetangga lantaran kiri
kanan rumah adalah ruko dan belakang rumah ditinggali oleh orang bule.
Nah,
karena di Condet banyak orang kitanya,
maka sering terjadi tolong menolong diantara warganya. Yang sering terjadi
adalah kita menolong mereka atau mereka menolong kita. Bila tetangga kehabisan
garam, misalnya, mungkin ia biasa meminta ke kita. Itu hal yang wajar.
Begitupun bila kita akan pergi lama, mungkin bisa menitipkan kunci (rumah) di
tetangga, agar lampu depan rumah bisa di nyalakan saat menjelang malam
Banyak
romantika yang kami rasakan selama tinggal di Condet. Hal-hal yang tidak mengenakkan,
yang mungkin kami rasakan, harus kami telan, demi menjaga keutuhan hidup
bertetangga. Ibaratnya, kita masih dibolehkan ribut dengan keluarga. Sedahsyat
apapun konflik kita dengan keluarga, toh,
saban tahun pasti kita akan bersilaturahmi dengan mereka saat lebaran tiba,
dan konflik itu akan termaafkan. Memangnya bila kita marahan dengan keluarga,
lalu putus hubungan dengan mereka? Tidak ada istilah bekas saudara. Namun yang
perlu dicatat, jangan sampai ribut dengan tetangga, apalagi tetangga yang sudah
lebih dulu tinggal di situ. Bila sampai ribut dengan tetangga, yang terjadi
adalah, loe yang pindah dari
lingkungan situ, atau loe yang akan dikucilkan oleh mereka. Kelar hidup loe!!
Hidup
di lingkungan padat, dimana jarak antar rumah yang satu dengan yang lainnya saling
berhimpitan tentu ada suka dukanya. Bila ada anak tetangga yang nangis,
misalnya, akan dengan jelas kami dengar tangisannya. Begitupun bila ada
tetangga di depan atau samping rumah yang ribut dengan suami/istrinya, kami
juga bisa menguping keributan mereka. Untungnya kami belum pernah menyaksikan
piring terbang akibat keributan tetangga kami. Ya, Itulah romantika bertetangga.
Nah,
bicara mengenai kehidupan bertetangga, banyak hak dan kewajiban tak tertulis
yang ada dalam masyarakat. Salah satunya adalah perihal undang mengundang dalam
lingkungan masyarakat. Saya ingin membahas mengenai per-undangan ini lantaran
kita sebagai warga masyarakat tentu pernah dan akan selalu melakukannya.
Selama
tinggal di lingkungan RW. 07 Condet, kami sekeluarga telah tiga kali mengundang
tetangga untuk acara kami. Terakhir, saat kami mengkhitankan si sulung. Agar
acara itu diberkati Allah SWT, kami sengaja menggelar selamatan kecil-kecilan dengan
mengumpulkan orang. Tanpa kehadiran tetangga pun sebenarnya kami bisa mengumpulkan kerabat hingga puluhan orang
lantaran kami keluarga Betawi/Jawa. Namun itu tak kami lakukan. Kami sengaja
mengundang tetangga dan bukan kerabat lantaran kami ingin berbaur dengan
mereka.
Karena
keterbatasan tempat/ruang di rumah kami, maka undangan pun tak banyak kami sebar,
hanya untuk kapasitas 50 orang. Biasanya kalau kita mengundang sekitar 50 orang
maka akan ada dua kemungkinan yang terjadi: Pertama, tamu yang datang bisa
lebih dari 50, atau sialnya, bisa pula hanya 30-40 orang saja. Untuk jaga-jaga,
maka Istri menyiapkan bingkisan sebanyak 70 orang. Begitulah, ternyata yang
datang memenuhi undangan kami hanya sekitar 30-an tetangga saja. Ya,
lumayanlah, lebih separuhnya yang datang, hiburku.
Saya
coba ber-khusnudzon dan berbaik
sangka, kenapa tetangga yang diundang, tak semuanya hadir. Pertama; Mungkin
banyak tetangga yang masih harus masuk kerja. Maklum acaranya digelar pada hari
Sabtu pagi, dimana tak semua tetangga di hari itu memperoleh jatah libur. Kedua;
Mungkin saja undangan-nya tak sampai ke tuan rumah. Bisa jadi kertas undangan-nya
tertiup angin ketika digeletakkan di meja serambi rumah, atau bisa pula
tetangga punya kegiatan yang lebih penting ketimbang memenuhi undangan kami.
Dari banyak alasan-alasan yang mengemuka, yang kami khawatirkan adalah tetangga
tidak datang ke acara kami lantaran mereka memang tak suka atau tak merasa
perlu dengan keluarga kami. Mungkin saja kami selama ini salah dalam bergaul
dengan mereka. Mungkin kami dinilai masih asosial, sehingga tetangga pun segan
tuk datang memenuhi undangan kami. Kalalu ini alasannya, wahh perlu diperbaiki lagi tingkah dan polah kami dalam bertetanga.
Semoga bukan itu penyebabnya.
Begitulah
adanya dengan kehidupan bertetangga. Akan selamanya kita membutuhkan mereka. Jadi,
bila kita punya hajat, entah itu nyunatin
atau ngawinin anak, dan hanya
sedikit tetangga yang hadir, jangan salahkan ketidakhadiran mereka. Mungkin kita
yang kurang gaul, asosial, individualis, atau tidak bertetangga dengan baik hingga
para tetangga pun segan datang ke rumah kita.
Atau
bahkan bila kita tertimpa musibah seperti kematian salah satu kerabat kita, dan
kita minta tolong dengan mengundang tetangga untuk mensholati jenazah kerabat
kita, lalu hanya sedikit warga (tetangga) yang mensholati-nya, maka jangan
salahkan tetangga lainnya yang enggan mensholatinya. Jangan dibangun opini
menyesatkan yang justru memperkeruh suasana. Jangan ditarik ke ranah politik
atau Pilkada. Introspeksiah, kenapa para tetangga enggan mensholati kerabat
kita?? Kalau kita selama bertetangga hidup baik dan rukun, jangankan disholati
dirumah dengan segelintir orang yang mensholatinya, bahkan jenazah kita akan
mereka arak untuk disholati, tidak hanya di musholla, bahkan di masjid dengan
ribuan jemaah yang hadir. Semoga kita nantinya akan disholati oleh ribuan orang
lantaran kebaikan yang kita tanamkan semasa hidup kita, amien..
Catatan:
Sholat jenazah hukumnya fardu kifayah. Artinya bila ada satu orang saja yang
mensholati jenazah tersebut maka umat Islam di wilayah/kawasan tsb tidak
berdosa. Namun bila tidak ada seorangpun yang mensholati jenazah tersebut, maka
seluruh umat islam di wilayah itu berdosa. It’s simple!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar