Baru
saja aku membaca kisah hidup Rano Karno yang dibukukan oleh penerbit Gramedia.
Bukunya berisi kisah dan perjalanan hidup putra aktor legendaris Sukarno M.
Noer, dari sejak kecil, yang tinggal di
gang sempit berbau (maaf) ta*, di kawasan Kemayoran, hingga ia menjadi Gubernur
Banten menggantikan Atut. Meski aku dan Rano tidak seumuran, dan berbeda
generasi, namun saat aku kecil, aku sangat akrab dengan film-film yang ia
bintangi. Maklum saja, zaman aku SD hanya film yang dibintangi oleh Si Doel lah yang merajai jagat bioskop di tanah
air. Film-film Rano sering pula di putar di TVRI, sebagai satu-satunya tipi pada masa itu. Jadi, tak
mengherankan bila hanya Rano lah
bintang dan idola remaja saat itu. Bukan profile
Rano yang ingin aku ulas, namun aku ingin berbagi kisah tentang figur dan idola
remaja pada masaku. Figur mereka tentu tak lepas dari film-film yang mereka
bintangi.
Bagi
remaja seusiaku, saat itu di tahun 90-an,
kami nyaris tak punya figur idola remaja. Memang selepas era Rano, aku masih
ingat, ada beberapa artis yang menjadi teen
figure. Saking ngetop-nya, wajah
mereka dengan mudah ditemukan di sampul buku tulis sekolah. Namun figur seperti
Dina Mariana, Richi Ricardo ataupun Ongky Alexander, menurutku, (maaf) kualitas
dan ketokohan mereka masih jauh dibawah Rano, cs. Sialnya lagi disamping krisis
figur, tak ada satu pun film yang
mewakili generasi kami. Kalaupun ada, palingan
cuma sinetron serial “Rumah Masa Depan”
yang dibintangi oleh Septhian Dwi Cahyo Cs dan serial “Aku Cinta Indonesia” (ACI).
Lain
halnya bagi kakak-kakak-ku yang lahir di tahun 60-an, mereka masih sempat menyaksikan film dari kisah percintaannya Rano Karno dan Yessy Gusman. Sebut saja
misalnya film “Selamat Tinggal Masa
Remaja”, ataupun “Ali Topan Anak
Jalanan”. Rano, sang legenda remaja saat itu sering tampil di film-film ber-genre percintaan dan kisah kasih remaja
di sekolah. Saat ini mungkin sosok Rano bisa diwakilkan oleh Reza Rahardian Si
pemeran Habibie yang laris ditanggap sebagai pemeran utama film-film ber-genre anak muda.
Sama
seperti generasi remaja tahun 80-an,
begitupun halnya dengan remaja yang tumbuh di era tahun 2000-an, mereka punya kisah kasih romantis yang bisa diceritakan untuk anak cucunya. Mereka punya film “Ada Apa Dengan Cinta” (AADC) yang fenomenal, yang dibintangi oleh Dian Sastro, perempuan dengan kecantikan khas Jawa-nya, dan
Nicholas Saputra sebagai icon remaja saat itu.
Bagiku
yang lahir tahun 70-an, tentu sudah out of date ‘tuk hanyut
dalam kisah romantika Rangga dan Cinta, pasalnya saat film itu di luncurkan,
aku baru saja tamat kuliah. Tak seumur dengan setting
film AADC itu yang berseragam putih abu-abu anak remaja SMA. AADC adalah film-nya generasi adikku. Ya, saat film itu booming, adikku baru saja lulus SMU.
Sejujurnya
aku iri dengan mereka yang lahir pada tahun 80-an dan 60-an. Betapa bahagianya mereka. Ada cerita dan
kisah film
atau tontonan yang bisa diceritakan diantara mereka. Ada tokoh yang menjadi idola, kebanggaan, dan pujaan mereka. Bagi mereka kelahiran
tahun 60-an saat beranjak remaja, maka mereka hidup di tahun 80-an. Banyak film-film berkisah asmara
anak muda hadir di tengah-tengah mereka. Saya masih ingat bintang idola remaja kelahiran
60-an antara lain: Rano Karno; Herman Felani; Lydia Kandau; dan Yessy Gusman. Film-film remaja yang dibintangi mereka pun banyak. Seperti; Selamat Tinggal Masa Remaja;
Selamat Tinggal Duka; Masih Adakah Cinta, dan film-film roman picisan yang
menjadi hits dan merajai blantika
perbioskopan tanah air.
Bayangkan
saja, anak remaja seusiaku, saat itu tak ada film percintaan remaja yang
layak diobrolkan. Kalaupun ada hanya film-film sex
murahan seperti: “Ratu Laut Selatan”,
dengan bintang film sekelas; Febby Lawrence; Meriam
Bellina; Yurike Prastica; Ataupun Sally Marcellina. Tak ada yang lain. Tahun 90-an itu, saat aku
remaja, jagat perfilm-an di tanah air hanya
dipenuhi
dengan 3 (tiga) tema, yakni: Sex; Action (laga); Dan mistis. Judulnya pun tak
jauh dari kata-kata yang ada dalam stensilan-nya Enny Arrow; seperti: “Gairah Malam”; “Kenikmatan Tabu”; ataupun “Ranjang yang Ternoda”. Masih untung tak selamanya
judul-judul seperti itu merajai jagat perbioskopan nusantara; Film-film bermutu
pun bukannya tak ada, namun segmen-nya terlalu luas untuk
dibilang sebagai film anak muda/remaja. Film berjudul
“Perwira dan
Ksatria” yang dibintangi Dede Yusuf boleh juga dikatakan sebagai film yang mewakili genre remaja, namun film itu tidak se-booming film remaja generasi AADC.
Itulah
zaman saat aku remaja. Meski tak ada kisah (film) yang patut diceritakan, namun
aku bangga pernah menjadi anak yang tumbuh dan besar tanpa gadget dan masih menikmati aneka permainan khas anak kampung.
Mungkin generasi-ku lah, generasi (remaja) terakhir yang selamat dari arus
informasi dan hoax yang diakibatkan oleh kemunculan sosial media macam twitter,
facebook dan kroni-kroninya. Dan, Rano Karno masih menjadi legenda, setidaknya
bagiku..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar