Senin, 25 April 2016

St. Louis, Darinya Gerbang Masa Depan ke Barat Bermula.

Sungainya tidak lebar. Kutaksir hanya selebar Sungai Brantas yang membelah Kertosono dan Jombang, di Jawa Timur. Kuamati aliran airnya tenang, namun kurasa cukup dalam dan menghanyutkan. Tampak kapal tongkang pengangkut batubara melintas dari hulu menuju hilirnya. Ya, sama seperti Sungai Mahakam di Kalimantan Timur, Sungai Mississippi tampaknya menjadi alur pelayaran untuk beragam kebutuhan, utamanya mengangkut sumber daya mineral. Dan, Kota St. Louis berada persis di sisi Sungai Mississippi.

Dulunya kota ini bernama Lousiana. Oleh Presiden Amerika, Thomas Jefferson, kota ini dibeli dari Perancis di tahun 1803. Jefferson mempunyai obsesi ingin memperluas wilayah Amerika jauh hingga ke barat. Maklum, saat itu kawasan di timur dirasa cukup padat, hingga dirasa perlu membuka dan mengembangkan kawasan barat yang masih luas. Lantaran posisinya bersisian dengan Sungai Mississippi, maka kota ini tumbuh berkembang sebagai kota niaga dan industry. Nyebrang ke arah timur, kita akan masuk wilayah negara bagian Illinois. St. Louis sendiri masuk ke dalam negara bagian Missouri.

Kota ini menurutku tak terlalu gemerlap. Lalu lintasnya tak seramai kota-kota di pesisir pantai timur Amerika. Maklum St. Louis berada di tengah-tengah America Serikat. Ia tidak mempunyai garis pantai. Kemana-mana jauh tentunya. Banyak yang menyangka St. Louis adalah ibukota-nya Missouri, namun itu keliru. Missouri ber-ibukota di Jefferson City. Sering kulihat beberapa pengendara motor besar hilir mudik melintasi jalan-jalan utama St. Louis. Pemandangan yang tak kujumpai di kota Philly maupun di DC. Mungkin mereka berkendara antar negara bagian. Bisa jadi mereka sedang touring. Oh ya, kota ini juga rawan serangan badai tornado. Dibandara sempat kulihat bunker tempat perlindungan dari badai.

Yang menarik dari St. Louis adalah The Gateway Arch. Menara melengkung ini adalah icon dari kota berpenduduk 318 ribu jiwa. Saat kunjunganku pada pertengahan Maret 2016 silam tampak kesibukan para pekerja menyelesaikan pembangunan taman di sekitar St. Louis Gateway Arch. Sayang, aku datang di waktu yang tak tepat, sehingga tak berhasil melihat pemandangan kota St. Louis dari puncak Arch Gateway. Namun dari beberapa sumber yang kuperoleh, untuk naik ke puncak Arch setinggi 192 meter ini memerlukan waktu sekitar 4 menitan.

The Gateway Arch sendiri dibangun untuk mengenang visi Jefferson sebagai penanda dan peringatan akan ekspansi dan perluasan wilayah Amerika ke arah barat. The Arch juga bisa dimaknai sebagai perlambang gerbang masa depan menuju ke (kawasan) barat. Sebelumnya memang pembangunan Amerika banyak terpusat di kota-kota di pesisir Timur (east coast).

Bila kebanyakan menara bentuknya berupa tiang tinggi menjulang lurus ke atas, oleh sang arsitek pemenang sayembara, Eero Saarinen, menara ini dirancang dengan bentuk menjulang lalu melengkung persis seperti gerbang. Ya temanya memang gerbang masa depan. Sayang sang arsitek tidak sempat melihat hasil rancangannya terwujud. Ia keburu meninggal di tahun 1951. Akhirnya, baru di tahun 1963 The Arch dapat dibangun dan rampung di tahun 1967.

Menara ini memang unik bentuknya. The Arch sangat sederhana tanpa embel-embel hiasan atau relief di dinding-dindingnya. Ia adalah menara melengkung terbesar di dunia terbalut dari stainless steel. Gateway Arch berada membelakangi sungai Mississippi di sisi timur dan melambangkan harapan atau menghadap ke arah barat, ke kota St. Louis. Persis berada lurus di depannya sebuah gedung megah beratap hijau. Gedung itu adalah Old Courthouse sebuah gedung pengadilan dengan patung artistic di depan bangunannya.

Selama di kota The Lou ini, aku menginap di Hotel Drury Plaza yang hanya berjarak selemparan batu saja dari Old Courthouse dan The Arch. Beruntung aku mendapatkan posisi kamar yang menghadap ke timur. Dari kamar hotel, setiap paginya aku dapat menikmati sunrise yang memantulkan sinar kemerahan dari sungai Mississippi. Paduan ini sangat indah dengan siluet dari the Arch. Saban sore pula tampak kulihat kapal-kapal niaga berlayar hilir mudik membelah sungai sepanjang 3730 Km ini.


Sayang, aku hanya menetap selama 4 (empat) hari di kota berjuluk Gateway to the West ini. Belum banyak sisi kota seluas 160 Km2 yang kutelusuri. Bahkan kota ini terlampau luas untuk kususuri dengan hanya berjalan kaki. Jarak antar blok sangat luas, tidak sependek DC ataupun Philadelphia, yang memang friendly untuk dinikmati dengan berjalan kaki. Memang tak berlebihan bila St. Louis adalah kota yang luas dengan jalan-jalan yang luas pula. Ia adalah perlambang keluasan, jalan ke arah barat, jalan dimana tanah harapan masih terbentang luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar