Biasanya, saat musim
penghujan telah tiba, --atau selepas bulan Muharram/Suro (tahun baru dalam
penanggalan Islam)-- Buaya dan Kepiting akan banyak masuk ke Jakarta. Kok bisa?
Ya, bisa. Namun, perlu kiat khusus dan trik canggih untuk melihat kemunculannya.
Hanya orang-orang yang sering bergaul dengan komunitas anak Jakarta (Betawi), atau
punya kerabat berdarah Jakarta lah yang bisa melihat kedua hewan melata
tersebut. Cirinya, bila di setiap gang dan jalan di pelosok Jakarta ada
terjuntai bambu dengan hiasan janur kuning, maka akan tiba lah saat dimana buaya dan kepiting besar akan bermunculan.
Dalam kehidupan masyarakat
Indonesia yang multi etnis, kita dikenalkan dengan berbagai macam cara dan kebiasaan unik dalam melaksanakan
upacara atau prosesi pernikahan, baik pada saat prosesi menjelang, saat, dan
sesudah pernikahan. Walau demikian, hampir semua etnis yang ada di Indonesia mempunyai
kesamaan dalam mengiringi mempelai pria kepada mempelai wanita saat prosesi
akad nikah atau menuju altar upacara pernikahan yakni selalu membawa hantaran atau
serah-serahan. Biasanya keluarga mempelai pria membawa beraneka makanan,
barang, dan cinderamata yang khusus dipersembahkan kepada mempelai atau
keluarga mempelai wanita.
Menyaksikan prosesi
hantaran saat menjelang acara ijab kabul atau pemberkatan pernikahan niscaya kita
akan menemukan keramaian dalam suasana khas kecerian dan keunikan di
masing-masing adat budaya. Ada yang mengusung hasil panen bumi, seperti jagung,
umbi-umbian dan sayur mayur. Ada yang menyertakan hasil tangkapan laut, seperti
ikan. Ada pula yang membawa kerajianan tangan khas kampung halamannya, Bahkan
ada yang membawa hewan ternak seperti babi atau kambing dan ayam yang dibawa
dengan dibuatkan kerangkeng khusus dari bambu atau anyaman kelapa. Melihat
semuanya membuat kita tersenyum geli. Ada-ada saja.
Bagi masyarakat Jakarta
(Betawi) tentu mempunyai tradisi dan cara unik dalam prosesi hantaran
penganten. Keberbedaan ini tampak dari hantaran yang dibawa. Disamping aneka
makanan, buahan,
perhiasan, kain, baju kebaya, selop, alat kecantikan, serta beberapa peralatan
rumah tangga dan
cenderamata lainnya, Mereka kerap membawa sepasang roti ukuran besar sekitar 50
hingga 100 cm, yang berbentuk buaya. Roti ini merupakan bawaan wajib bagi
setiap hantaran. Boleh saja mereka tidak membawa buah atau penganan lainnya.
Tapi, khusus untuk roti buaya, harus disertakan. Kenapa harus roti besar
berbentuk buaya? Kenapa tidak roti macan atau roti beruang, misalnya.
Menurut kepercayaan para
tetua Betawi, binatang buaya diyakini adalah perlambang kesetiaaan. Roti buaya
adalah simbol bagi kesetiaan pasangan. Konon, buaya hanya kawin sekali seumur
hidupnya. Walau di masyarakat buaya sering kali diidentikkan dengan perilaku negatif
suka bermain wanita, seperti dalam umpatan “buaya darat”, namun khusus untuk roti
buaya dalam hantaran perkawinan mempunyai makna sebaliknya. Ia adalah simbol
kesetiaan pasangan untuk mengarungi mahligai rumah tangga sehidup semati.
Disamping roti buaya, roti
ukuran besar lainnya yang kerap dibawa adalah roti kepiting. Kalau buaya
lambang kesetiaan, maka kepiting adalah lambang silaturahmi. Sekali lagi, menurut
para tetua adat betawi, kepiting adalah hewan yang unik. Ia jika berjalan akan
terlihat miring. Diharapkan kedua mempelai jika berkunjung atau bersilaturahmi ke
rumah orang tua atau kerabat selalu dapat berjalan ‘miring’ seperti jalannya
kepiting. Tentu bukan miring sesungguhnya, tapi maksudnya adalah kalau datang berkunjung
sebaiknya membawa buah tangan (oleh-oleh) yang dipersembahkan pada orang tua
atau kerabat. Datang dengan lenggang kangkung alias tidak membawa apa-apa
sangat ditabukan. Cukup kreatif dan menarik juga perumpamaan itu.
Walau disetiap hantaran
untuk prosesi pernikahan adat Betawi selalu di’wajib’kan kehadiran roti buaya,
namun sayangnya, tidak semua toko roti di Jakarta menjual roti buaya. Hanya
toko roti tertentu saja yang dapat membuat dan menyajikan roti buaya, Ini dikarenakan
bentuk dan ukurannya yang khas, tidak asal roti yang berbentuk buaya, namun
sudah mempunyai pola, corak dan pakem tertentu. Disamping itu, tidak setiap
saat roti buaya yang kita ingini dapat kita beli secara langsung, namun harus
dipesan terlebih dahulu. Pasalnya harga sepasang roti buaya cukup mahal, sekitar
400 hingga 600 ribu rupiah.
Ingin melihat dan
menyicipi roti buaya dan kepiting? tunggu saja prosesi pernikahan adat betawi
yang mungkin kita saksikan di Jakarta. Dan saat itulah masa dimana para ‘buaya
dan kepiting’ masuk ke dalam kota..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar