Catatan
tentang nama menentukan kualitas sang orang tua.
“Nama anak
loe keren banget, Mat, blom ada neh nama kayak gini”, komentar temanku setelah
membaca nama anakku yang tertera di Kartu Keluarga (KK). “Ya, siapa dulu dong
bapaknya”, jawabku dengan jumawa, hehe.. Bicara mengenai nama, saya kok jadi
ingin menulisnya. Mengapa? Karena tren pergantian dan pertukaran nama saat ini
mengalami revolusi yang patut diapresiasi. Sulit dibayangkan jika kita lihat ke
belakang, sekitar 10 atau 20 tahun lalu, dimana nama-nama anak –maaf-- tidak mempunyai
cita rasa dan jiwa/ruh yang tinggi. Ya, nama-nama anak zaman sekarang unik dan antik.
Berbeda dengan nama saya dan kebanyakan teman-teman saya yang hidup dan lahir
pada tahun 70-an.
Nama anak
zaman sekarang atawa yang lahir selepas tahun 2000-an terdiri dari minimal 3 (tiga)
suku kata dan bahkan lebih. Misalkan saja. Muhammad Azka Perwira Husada, atau
Nayla Andini Putri Husodo (sudah pasti nama bapaknya Husodo). Bandingkan saja
dengan nama anak sang ayah yang lahir tahun 70-an, yang cuma 2 (dua) suku kata yakni
Achmad Husada atau Rachmat Hidayat, hehe..
Disamping
itu beberapa ciri nama-nama anak zaman mutaakhir ini antara lain memakai hurup “Y”
atau terdiri dari 5 (lima) hurup seperti Nayla, Kayla; Nahda; Najwa; dsb. Adapula
yang memakai akhiran “Putra atau Putri”; Seperti Alfatihah Putri Nugroho; Irwan
Putra Kusuma; dsb. Disamping itu banyak pula yang melabelkan hurup “A”
didepannya seperti; Azka; Altaf; Andra; Ahsan. Awalan hurup A ini dalam bahasa
Arab bermakna super atau lebih. Azka dari kata Zaki, bermakna lebih pintar.
Altaf diambil dari kata Latief yang bermakna lebih lembut. Dsb.
Teman-teman
seusia saya, yang lahir tahun 70-an, tentu nama-nama mereka mirip-mirip dengan
nama saya, dalam arti, ya gak jauh banget type dan style-nya dengan nama
pemberian orang tua saya. 11, 12 lah. Semenjak saya mulai bisa membaca dan memasuki
usia SD pada tahun 80-an, nama-nama yang beredar dan saya dapati di daftar
absen kelas 1 SD AHDI, mempunyai kemiripan dan langggam yang sama. Mau bukti? Bila
anak perempuan, maka nama depannya SITI, dirangkai dengan kata atau bersuku
kata dari bahasa Arab dan akan diikuti dengan akhiran “AH”. Contohnya; Siti
ZubaedAH; Siti KomariyAH; Siti RosadAH; Siti FatimAH. Bila di sensus, pasti
tiap kelas ada yang bernama dengan langgam dan type diatas.
Nah, untuk
anak laki-laki punya styel dan gaya yang rada banyak. Namun kebanyakan ada disisipi
suku kata berbahasa Arab “Dien” (bermakna agama), seperti Syamsuddin, Saifuddin,
Bahruddin, Komarudin, dsb. Saifuddin sendiri yang bermakna pedang agama
mempunyai ‘keturunan’, antara lain; Safruddin; Safaruddin; (mungkin saja akibat
salah tulis, salah eja atau salah denger dari si pencatat nama di kantor
kelurahan saat mengurus akte kelahiran sang anak.) Nah, untuk semua nama yang
berakhiran “dien” tersebut, saya dan teman-teman saya memanggil mereka dengan
panggilan si Udin. Bila yang pake nama akhiran “Udin” terlalu banyak di sekolah,
maka biasanya kami memanggilnya dengan Udin Jangkung, Udin Kurus, Udin Pe’a
(lantaran sering mabok), Udin bang Zen (lantaran anaknya Zaenuddin).
Oh ya, adalagi
satu ciri khas anak yang lahir tahun 70-an. Bila anak perempuan berakhiran AH,
maka untuk anak lelaki biasanya ada akhiran SYAH, seperti HermanSyah;
ArdianSyah; HendianSyah; HadianSyah; dsb. Saat ini sepertinya model nama kayak
gitu gak kan masuk itungan alias gak ada dipikiran para orangtua.
Di kampung saya
sendiri, kampung Kebon, di bilangan Kemang Jakarta Selatan, para orang tua
alias orang tua saya yang lahir pada tahun sebelum Indonesia merdeka atawa
jaman Belanda, mempunyai nama yang rada unik. Orang Betawi Kemang, kalau
memanggil nama seseorang jarang dengan benar melapalkannya dengan bagus dan
sempurna sesuai nama aslinya. Walhasil saat pencatatan administrasi
kependudukan, maka nama panggilan di masyarakat itu yang tertera di KTP. Misalkan
saja Madamin. (nama panjangnya Muhammad Amin, lantaran orang Betawi suka
nyingkat nama, jadilah nama yang tertera di KTP Madamin.) Madehir (Nama aslinya
Muhammad Achir); Toye (nama lengkapnya Muhammad Turmudzi, namun di KTP ditulis
Toye); Haji Bedur (nama benarnya Abdur Rachman, dipanggil Bedur); Siti Rohmah,
dipanggil dan tertulis di KTP Omah; Siti Romlah dipanggil Iyom; Fauziah
dipanggil Ipong; Ahmad Yani dipanggil Oyan; Kebanyakan nama mereka hanya satu
kata, seperti; Nipan; Sanip; Ni’ih; Sami’un; Inan; Biasanya pas acara arwahan
atau tahlilan orang yang meningal, sang shohibul hajat atau shohibul musibah
akan dikirimi Fatihah. Sang Ustadz berkata. “Ila hadratinnabi, khususon ila arwahi Haji Madamin bin Muti, Haji Madehir
bin Jum, dsb.
Imam Muslim,
Abu Dawud, dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahuanhu bahwa
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Nama yang
paling disukai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.” Sedangkan
Thabrani meriwayatkan secara marfu’ dari Abu Basrah, “Sebaik-baik nama
kalian adalah Abdullah dan Abdurrahman serta Harits,” (Hadist shahih. Lihat Shahih Al-Jami: 3269).
Selanjutnya para sahabat pun mengamalkan hadist ini sehingga Ibnu Shalah
mencatat bahwa sahabat yang memiliki nama Abdullah ada sekitar 220 orang,
sedangkan Al-Iraqi mengatakan bahwa jumlah keseluruhannya mencapai 300 orang,
(Syeikh Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Al-Manhal Al-Lathif fi Ushul
Al-Hadist, hal. 194). Mungkin lantaran berasal dari latar belakang agama
yang kuat, maka banyak orang Betawi menamakan anaknya dengan nama Abdullah dan
Abdurrahman (biasanya dipanggil Dul, Kong Dulloh), disamping nama-nama gaya kampung
diatas.
Lalu, kenapa
mereka, para orang tua, seakan kompak menamakan anak-anak mereka hampir seragam?
Kalau saya coba analisa, mungkin, saat itu, --kalau saya bicara dalam tataran
regional masyarakat Jakarta (betawi)-- arus dan terpaan informasi tidak
semassif saat ini. Pada tahun 70-an, orang tua hanya tahu informasi dari TVRI.
Jarang yang membaca surat kabar. Lingkungan sosial yang rada agamis, suka ke
masjid, sering ke pengajian dan mendengar siaran ceramah agama dari radio
As-Syafiiyyah yang terkenal itu, sehingga bisa jadi mereka dalam mentasbihkan
nama untuk putra-putrinya tak kan keluar dari pakem dan ketentuan agama (Islam).
Jarang orang Betawi yang menamakan anaknya dengan awalan Su, melainkan pasti
dengan kosa kata Arab atau nama-nama Islami atau asmaul husna.
Ada pepatah
klasik dari Timur Tengah yang mengungkapkan; “Bila hendak mengetahui kualitas
seseorang, maka lihatlah nama anaknya” Ya, kualitas seorang dapat diterka dan
dilihat dari cara ia memberikan nama kepada anaknya. Banyak saya jumpai –tentunya
dengan random— nama-nama anak yang ‘canggih’ dan punya nunsa dan cita rasa yang
tinggi lahir dari golongan atau kaum terpandang. Coba perhatikan secara sekilas
saja, rasanya jarang kaum terpandang zaman itu menamai anaknya dengan nama
pasaran seperti yang banyak dijumpai dikalangan rakyat kebanyakan, seperti: Tukiman;
Partiyem; Ngatenu, Ngadinu; Joko, Agus; Panut; Untung; atau Bambang; Kebanyakan
mereka menamai anaknya dengan nama yang rada intelek dan bergaya bangsawan. Salah
satu cirinya banyak suku kata O ditengah-tengah atau akhiran namanya. Bisa pula
dengan akhiran kata “Negara”, seperti Mangkunegoro; Joyonegoro; Notogegoro, Notolegowo;
dsb.
Nabi Muhammad
SAW pernah berucap, “..baguskanlah nama kalian..”. Mengapa demikian? Ini lantaran
sebuah nama mengandung doa. Nama mengandung harapan dan asa dari si pemberi
nama. Syahdan, pada zaman Nabi SAW, ada sahabat yang bernama Hazn, yang bermakna
kesusahan. Oleh Nabi SAW si sahabat ini dianjurkan untuk berganti nama menjadi
Sahl, Saad atau yang sejenisnya yang bermakna kemudahan atau kebahagiaan.
Lantaran segan dan menghormati sang orang tua yang memberikan nama, maka
sahabat Hazn tidak mau merubah namanya. Akhirnya hari berganti dan masa berubah
hingga sampailah sahabat Hazn ini mempunyai keturunan sampai berbilang. Nah,
anak keturunan Hazn ini tidak berada dalam kebahagiaan sepanjang hidupnya. Ada
saja musibah dan kemalangan yang menerpa keluarga Bani Hazn. Sampai akhirnya
salah seorang keturunannya yang bernama Sa’id
bin al-Musayyab, berucap. “Oo mungkin karena kakek buyut kita punya nama
Hazn sehingga hidup kita jadi selalu keblangsak
(apes) begini”. Waalhua’lam.
Nama juga
melambangkan atau mencirikan dari mana dia atau dari latar belakang budaya mana
ia berasal.
- Nama-nama yang berakhiran hurup “V” bisa dipastikan yang bersangkutan berasal dari Rusia. Misalkan saja; Gorbachev; Karpov; Kasparov; Ilanov; dsb.
- Bagi kalangan Habaib dan/atau mereka yang berdarah Arab, kebanyakan atau hampir semuanya hanya memakai satu kata. Kalaupun dua kata maka kata kedua adalah merujuk kepada bapaknya. Satu lagi, nama-nama mereka kebanyakan diambil dari nama sahabat Nabi SAW, atau dari keturunan Sahabat Ali bin Abi Thalib Ra. Saya jumpai misalnya: Hasan; Husain; Ali; Jakfar; Umar; Utsman; Abdurrachman; Hamid; Hasan Hamid, alias Hasan bin Hamid; dsb. Menariknya, tidak ada dari kuturunan mereka yang menamakan anaknya dengan Yazid.
- Hurup Ij atau van dapat dipastikan bahwa pemilik nama tersebut berasal dari kawasan Benelux (Belgia, Belanda,dan Luxemburg). Contohnya. Martijn; Arijan; Van Persie; Van Basten; Dsb.
- Nama yang berakhiran Us kebanyakan dimiliki oleh kaum Nasrani. Contohnya; Martinus; Stephanus; Matius; dsb.
- Fam atau marga yang didahului “Si” dipastikan berasal dari Tapanuli, Sumatera Utara; Misalkan saja; Siregar; Simanjuntak; Sitepu; Sibarani; Sitinjak; dsb.
Berikut
adalah nama-nama yang tak lekang dimakan usia dan lestari sepanjang zaman.
- Mengacu bulan kelahiran: Januar, Febri, Agus, Mei, Septi, Okta, Novi, Desi.
- Mengacu kejadian penting: Tavip, Purnama, Fajar.
- Mengacu etnis tertentu: (awalan) Su; Joko; Bambang, Ucok; Asep; Hendra, Rizal Safril (biasanya orang minang menakan anaknya dengan akhira AL, atau akhiran hurup “L”).
- Mengacu tokoh, public figure terkenal: Habibie (banyak dijumpai anak yang lahir tahun 80-an) Herman (Felani).
Setelah
membaca tulisan ini, apakah anda type orangtua dengan cita rasa average, orang tua
dengan ‘kualitas’ rata-rata atau orang tua dengan cita rasa tanggi??
Bahan bacaan:
http://www.mukminun.com/2015/10/tuntunan-islam-tentang-memberi-nama.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar