Jalur
yang membentang sepanjang lebih kurang 1,2 kilometer itu tertata rapi dan
anggun dengan pohon-pohon sakura yang menaunginya. Kuamati sebagian mulai
bermekaran. Banyak burung-burung terbang dan hinggap di pepohonan dalam kawasan
yang diapit oleh Independence Avenue dan Constitution Avenue. Kawasan ini
memang menjadi icon-nya Amerika, atau
Washington DC secara khusus. Banyak film-film yang pernah menjadi box office mengambil gambar di kawasan seluas
lebih kurang 160 hectare ini.
Beberapa
remaja kulihat sedang bermain piring terbang. Adapula sekelompok remaja yang
bermain bola. Ya, taman berumput itu memang luas, dengan monument tinggi
menjulang di tengah-tengahnya, persis seperti Monas di Jakarta. Berada dalam suatu
kawasan yang memang di-design dan
diniatkan untuk sebagai memorial. Mengenang berbagai peristiwa maupun figure
seseorang yang pernah berjasa pada Amerika.
Pandangan
kualihkan ke arah Tidal Basin. Tampak beberapa pasang turis asyik memadu kasih
di taman rumput yang luas. Adapula yang duduk-duduk menikmati makanan yang
dibeli dari truck/van resto yang banyak tersedia disekitar taman yang
mengelilingi Washington Monument. Saat aku tiba sekitar jam 03.00 pm, sayangnya
beberapa truck resto telah bersiap tutup, ini berarti makanan yang mereka
siapkan telah habis. Meski demikian ada satu dua yang masih buka, namun antriannya
sangat panjang. Aku tak tertarik untuk ngantri lantaran kulihat menu yang ter-display di body truck kurang cocok
dengan lidahku.
Aku
berjalan menjauh, mencari tempat yang pewe
untuk berhenti dan duduk sejenak sembari menggigit apel, jatah sarapan pagi di
hotel yang sengaja ku selipkan di tas sebagai bekal makan siangku. Ya, siang
itu aku hanya makan roti dan apel untuk pengganjal perutku. Sebelum menelan
sisa gigitan yang terakhir, kubasahi kerongkonganku dengan air. Meskipun lunch kali ini tanpa nasi, namun aku
yakin sanggup untuk meng-explore kawasan di sekitaran ‘Monas-nya’ Washington hingga
berjalan ke arah Lincoln Memorial ini.
Sebelum
aku mengukur jalan, Mas Hengky, penghubung kami selama program #IVLP di Amerika
menjelaskan bahwa di seputaran Washington Monument akan banyak dijumpai
memorial dan tugu peringatan yang bagus-bagus untuk di foto. “Sayang kalau Mas Rachmat tak mengabadikannya”,
begitu sarannya. Ya, ternyata memang benar adanya. Banyak spot-spot bagus dan menarik untuk kuambil gambarnya, sebagai bukti
yang akan kuperlihatkan pada anakku nantinya, bahwa ayahnya yang katro ini
pernah ke Amerika, hehe..
Amerika
memang negara besar. Dan, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai
jasa-jasa para pahlawannya. Makin besar suatu bangsa, tentu makin banyak
pahlawan yang dihasilkan. Amerika, dengan sejarahnya yang panjang, tentu memiliki
banyak pahlawan. Para penandatangan deklarasi kemerdekaannya saja, adalah
pahlawan-pahlawan mereka, belum lagi pahlawan-pahlawan di medan atau palagan
peperangan yang pernah di jalani oleh negara Uncle Sam ini.
Di
Wahington DC -sebagai miniaturnya Amerika Serikat- lantaran perannya sebagai ibukota
negara, kulihat banyak terhampar patung-patung dan tugu peringatan juga tempat-tempat
yang banyak merefleksikan tentang sejarah Amerika. Disini bisa kita lihat tugu
atau memorial untuk mengenang Perang Korea dan Perang Vietnam. Kuamati dengan
seksama, tertulis dengan jelas dan lengkap nama-nama pahlawan yang gugur atau
hilang di kedua peperangan tersebut. Selain itu ada pula monument peringatan
tentang Perang Pacipic dan Perang Dunia II. Pembangunan monument ini seolah
memaksa kita untuk larut menjadi saksi sejarah akan jiwa patriotisme para
veteran yang pernah berjuang dalam beberapa palagan pertempuran
Tak
hanya di DC saja, namun di kota/state lain pun demikian. Betapa besar komitmen
pemerintah kota untuk menghormati peran dan jasa para pahlawannya. Ada banyak
kawasan atau jalan yang diberi nama veteran, seperti Veteran Perang Korea,
Perang Vietnam, dsb. Baru kutahu, ternyata dimana bangsa Amerika terlibat
peperangan di dalamnya, pasti akan dibuatkan monument atau semacam simbol dan
tugu peringatan untuk mengenang para pemberani dan pahlawan mereka. Ya, disini
para veteran perang sangat dihargai jasa dan pengabdiannya.
Bertebarannya
monument sebagai tanda peringatan akan sebuah peristiwa atau untuk penghormatan
para pahlawan yang gugur dimedan perang seakan memperteguh pendapat yang
beredar bahwa sekecil apapun pengorbanan seseorang bagi bangsa Amerika, akan
dinilai dan diapresiasi dengan baik. Tiap jiwa tak ternilai harganya. Sering
kita lihat di film-film betapa Amerika akan mencari seorang warga negaranya sampai
ketemu meski harus mengeluarkan biaya besar dengan mengerahkan puluhan bahkan
ratusan tentara. Itu cuma warga negara biasa, lalu bagaimana bila tentara atau
pahlawannya, tentu akan mendapat perlakukan yang lebih. Mereka tahu bagaimana
berbalas jasa dan berbalas budi terhadap mereka yang berjuang. Tanpa pahlawan
mungkin tidak akan ada kemakmuran dan pembangunan. Tanpa pahlawan bisa dikatakan
tidak ada bangsa dan negara Amerika. Amerika tidak lupa akan sejarahnya.
Dalam
lamunanku di perjalanan pulang ke hotel, aku merasa iri. Di Indonesia, berapa
banyak monument yang berisi palagan dan kisah perjuangkan para pendiri bangsa
yang berhasil di abadikan entah berbentuk patung, diorama atau seni instalasi
bertema kesejarahan lainnya? Padahal, banyak peristiwa bersejarah yang layak
diabadikan dalam wujud miniatur atau dioroma yang artistik, agar jiwa dan
semangat para pahlawan akan selalu hadir dalam sanubari rakyat. Kedepannya,
perlu ada review menyeluruh terhadap pengembangan kawasan di suatu daerah agar
dalam satu kawasan tersebut ada space atau tempat yang dapat menghadirkan
semangat kepahlawanan, yang nantinya bisa di saksikan oleh anak cucu kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar