Minggu, 19 November 2017

Tata Cara Mengancingkan Jas

Jas, baik yang biasa dipakai oleh orang gedean atau pejabat negara maupun oleh rakyat kebanyakan yang hendak melangsungkan akad nikah, lazimnya memiliki dua kancing. Kancing atas dan bawah. Bahkan model jas terbaru, hanya punya satu kancing. Aku sendiri tak tahu mengapa kebanyakan model jas menyematkan hanya dua kancing dan jarang sekali yang menyematkan tiga atau empat kancing. Nah, bicara mengancingkan jas ternyata ada manner-nya, ada aturan dan tata caranya, tak sembarang mengancingkan jas, lalu beres. Lho kenapa aku menyinggung masalah jas? Cerita tentang pemakaian jas ini aku peroleh saat kunjunganku ke Gedung US Capitol yang berlokasi di sisi timur dari Monument Hall.

Ya, gedung US Capitol disamping sebagai tempat para senator dari seluruh negara bagian di USA bersidang, tempat ini juga digunakan sebagai museum yang dapat diakses dan di kunjungi oleh para wisatawan dunia. Begitulah, pada kamis siang itu, diakhir kunjunganku di Washington DC, aku berkesempatan mengunjungi salah satu gedung bersejarah dan menjadi icon Amerika Serikat ini.

Karena ini adalah salah obyek vital bagi keamanan negara, maka untuk masuk kesana pun kita akan melewat pemeriksaan yang ketat tak ubahnya seperti saat kita berada di bandara. Selesai melewati jalur pemeriksaan itulah kita harus mendaftar untuk mendapatkan tiket, lalu masuk ke kedalam antrian. Jalur antrian ini dibuat lantaran kita harus menunggu hingga pengunjung yang telah menyaksikan pertunjukan keluar. Pertunjukan itu sendiri adalah ritual yang harus kita lalui sebelum mengeksplore sisi sisi lain yang ada di gedung yang dibangun pada abad ke 18 ini. Tak sampai 15 menit mengantri, maka akupun diarahkan untuk menyaksikan pertunjukan di sebuah studio, layaknya bioskop. Di dalam studio ini diputar sejarah pembangunan US Capitol.

Nah, selepas menyaksikan tayangan berdurasi sekitar 30-an menit itu barulah kita, dengan dipandu oleh pemandu yang memang sangat terlatih diajak berkeliling ke setiap sudut dan ruang dari US Capital. Meski demikian, ada beberapa ruangan yang tidak dapat dimasuki alias restricted area, lantaran dipakai untuk bersidang atau ruangan yang memang publik tidak boleh tahu. Hari itu, yang tour ke US Capitol, tidak hanya turis perseorangan, namun ada beberapa rombongan pelajar sekolah, entah dari negara mana yang juga ikutan tour.

Aku sendiri, tak begitu tertarik dengan penjelasan yang diberikan oleh pemandu, aku lebih nyaman menyaksikan beberapa ornamen yang menghisasi gedung yang diarsiteki oleh William Thornton ini, seperti lukisan-lukisan kelas dunia yang keren abis, hingga --nah ini menariknya-- patung-patung yang menghiasi sudut-sudut ruang capitol.  Patung-patung itu adalah patung para senator legendaris yang mewakili tiap negara bagian. Jadi ada 50-an patung didalamnya. Yang menarik perhatianku adalah patung-patung itu dibuat nyaris menyamai bentuk aslinya. Mereka hampir semuanya berjas lengkap dengan dasi mengikat lehernya. Kalaupun tidak berjas, mereka mengenakan pakaian kebesaran dari negara bagian masing-masing. Busana yang dikenakan oleh senator dari California misalnya memakai pakaian laksana pengkhotbah atau penyeru agama.

Aku tertarik mengamati patung-patung berjas itu lantaran pernah ada kejadian dan polemic di tanah air terkait tata cara berbusana (berjas) yang dikenakan oleh presiden RI. Netizen mengkritisi cara memakai atau lebih tepatnya cara mengancingkan kancing pada jas yang dikenakan oleh presiden saat berpose dengan tamu negara. Apakah dikancing semua, ataukah hanya kancing atas dan tengah saja. Ramai juga yang membahasnya, masing-masing, baik hater maupun lover, tak mau kalah berargumen.

Kala itu, presiden dikritik lantaran tidak mengancingkan kancing paling bawah dari jas-nya. Yang di kancingkan --kalau tak salah-- hanya satu kancing saja, yakni kancing yang tengah. Mereka (para pengkritik) mengomentari penampilan berbusana presiden lantaran tidak full mengancingkan jasnya. Lalu pihak yang mengerti tata aturan berbusana jas, tampil membela presiden. Mereka katakan bahwa apa yang dikenakan oleh presiden sudah benar dan tepat.

Saat itu, --dari perdebatan yang terjadi-- aku tidak tahu, mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang layak untuk dijadikan acuan dan pedoman, lantaran keterbatasanku dalam mencari referensi baik berupa gambar ataupun melihat langsung para pemimpin dunia dalam memakai jas. Tadinya kukira kancing-kancing yang melekat di jas itu hanya sekadar ‘aksesoris’ saja, dan mengancingkannya pun tidak ‘terikat’ aturan, namun tidak demikian adanya.

Ternyata tata cara ber-jas atau lebih tepatnya tata cara mengancingkan jas telah sejak dulu di terapkan, jauh sebelum kita mengenal jas sebagai pakaian resmi sehari-hari. Aku baru ngeh ketika memasuki Gedung yang memiliki 658 jendela itu. Kulihat patung-patung yang berada di dalamnya, dimana hampir kesemuanya memakai jas. Kuamati dengan seksama patung itu, yakni bagaimana tokoh dalam patung itu mengancingkan jas-nya.

Dalam patung yang ditampilkan, ternyata mereka (para senator) hanya mengancingkan kancing nomor 2 (tengah), bila kancingnya ada tiga buah. Atau kalau kancingnya hanya 2, cukup mengancingkan yang atas saja, dan membiarkan kancing bawah terbuka. Menariknya, tidak ada yang mengancingkan kancing nomor satu (kancing atas) bila kancing nomor 2 (tengah) terbuka. Atau mengancingkan nomor 3 (bawah) dan membuka kancing nomor 1 (atas) dan 2 (tengah). Dan, tidak hanya satu patung saja, hampir semua patung kulihat mengenakan tata aturan seperti itu.

Begitulah, tampaknya aturan berbusana atau ber-jas telah diterapkan secara ketat dalam budaya mereka. Hampir tak ada pakem yang dilanggar dalam per-jas-an tersebut. Dan, setelah melihat ornament patung di gedung yang memiliki 540 kamar itu, tampaknya presiden Indonesia telah tepat dalam mengancingkan jas-nya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar