Bandara
Ronald Reagen yang letaknya di Washington DC, tak jauh lokasinya dari pusat
pemerintahan Amerika Serikat, seperti Gedung Putih, Capito Hill ataupun
tempat-tempat bernilai strategis lainnya. Dari Bandara ke lokasi-lokasi itu jaraknya
tak lebih dari 10 km. Agar mudah, aku bisa kasih sedikit ilustrasi jika Gedung Putih berlokasi di Istana Merdeka, Jakarta,
maka Bandara letaknya sekitar kawasan Jembatan Semanggi. Dari Monumen Hall,
kita dapat dengan jelas melihat saat pesawat akan landing ataupun takeoff. Begitupun dari Jembatan
Sungai Potamac, jembatan menuju ke Arlington National Cemetery ini misalnya terlihat
dengan jelas roda pesawat menyembul di balik badan pesawat pertanda pesawat hendak
turun.
Lantaran
posisi Bandara Ronald Reagen yang dekat dengan instalasi strategis dan obyek
vital inilah, pasca 9/11, ada kekhawatiran dari
Secret Service (SS), Paspampres-nya Amerika,
terhadap potensi bahaya yang diakibatkan dari pesawat terbang yang bisa
sewaktu-waktu di bajak dan diarahkan untuk menyeruduk
gedung itu. Namun kekhawatiran itu tampaknya telah diantisipasi dengan menerapkan aturan
yang sangat ketat saat kita hendak naik pesawat di seluruh bandara yang ada di
USA. Dan, nyatanya meski Gedung Putih dan Capitol Hill hanya sepelemparan
meriam saja dari Bandara Ronald Reagent, toh bandara itu tetap saja beroperasi melayani penerbangan sipil. Tak
ada yang berubah.
Bicara
mengenai keamanan di obyek-obyek vital di DC, utamanya Gedung Putih, aku ingin sedikit berbagi pengalaman. Pagi itu, selepas subuh, di
keremangan antara gelap dan terang, saat mentari
belum terbit, aku beringsut meninggalkan kamar hotel turun ke bawah menuju lobby. Malam
tadi secara sekilas aku telah mempelajari peta kota DC. Dari tempatku menginap,
kulihat di peta posisi White House tampaknya tidak begitu jauh dari hotelku,
Washington Circle. Begitu pintu lift terbuka,
bergegas aku menuju meja resepsionis yang hanya di jaga oleh wanita cantik usia
remaja dan seorang petugas keamanan yang berdiri di dekatnya.
Sambil
menyorongkan peta kutunjukan posisi Gedung Putih dan berkata: “Show me direction to White House from your
hotel, here,” Setelah melihat petaku, dengan cekatan si petugas keamanan
yang ramah itu berkata: “follow the
Pensylvania Street. Over there, straight” tunjuknya kearah luar lobby
hotel. Aku masih bingung. Ya bingung lantaran di depan hotelku ada begitu
banyak persimpangan, bahkanb hingga delapan persimpangan. Mana yang lurus?
Lurus yang sebelah kiri, agak mencong ke kiri atau yang agak ke kanan. Takut
salah, maka kutarik tangan si petugas keamanan tadi keluar lobby hotel menuju
parkiran depan hotel dan berkata show me
the street. “Over there”,
tunjuknya. Begitu yakin, kubalas dengan anggukan sambil berkata: “Oke, thank you, I willl be there. See You.”
Bergegas kepacu langkahku
menyusuri Pensylvania Street. Tak sampai seperapat jam, sampailah aku di ujung
jalan dan kawasan jalan sekitar Gedung Putih (GP) membentang di depan mata. Di
sepinya lalu lintas di minggu pagi itu, tampak beberapa mobil polisi dan mobil
Secret Service milintang jalan menandakan bahwa kawasan itu bukan jalan umum.
Saat tiba, belum banyak wisatawan yang
berkunjung. Hanya ada satu dua warga yang sedang jogging pagi. Yang kutaksir mereka juga
adalah turis sama sepertiku. Langsung saja aku mendekat ke arah GP dan
bernarsis. Akhirnya sampai juga di Gedung
Putih. Oo ini toh rumahnya Obama, gumamku.
Lantaran sepi, rada sulit
juga untuk meminta tolong seseorang memotoku dengan Gedung Putih sebagai background. Untung ada salah seorang turis
juga yang sama sepertiku, jalan pagi dan mengambil poto gedung itu. Langsung
kuhampiri dan berkata take me a picture
please. Begitulah, akhirnya aku dapat berpose persis di pinggir pagar
gedung putih, hanya sendiri, saat belum ramai orang. Tadinya aku rada khawatir
akan disuruh menjauh atau dilarang mendekat, namun nyatanya, fine fine saja. Petugas SS hanya
mengawasi dari jarak 20 meter dari posisi ku berdiri. Saat itu kulihat ada
beberapa petugas SS yang berdiri di sekitar pagar luar gedung putih dengan
senjata laras panjangnya. Mereka pun tampaknya tak keberatan saat aku mengambil
foto mereka. Dan, beberapa foto SS berlatar belakang GP dengan beragam pose
berhasil kuambil. Beres, segera kupacu langkah kembali ke hotel masih dengan
menyusuri jalan yang sama.
Setelah sarapan dan beberes untuk persiapan acara di minggu
pagi itu, rupanya pihak Kemenlu AS telah mengagendakan kegiatan City Tour.
Mereka khusus mendatangkan tour leader untuk mengajak kami berkeliling DC,
sekaligus melihat dan menerangkan GP secara lebih mendetail. Saat tiba di siang
itu sudah banyak wisatawan yang datang. Kutaksir jumlahnya seratusan. Kuamati
dan kulihat para wisatawan dapat dengan mudah
berpose persis menempel di pagar GP. Sekali lagi, tak tampak
kekhawatiran pada SS bila sewaktu-waktu ada teroris yang menyamar sebagai
wisatawan yang melempar sesuatu (granat atau bom) ke dalam taman GP. Tampaknya
SS telah terlatih sehingga tahu potensi bahaya dan profile para pembawa bahaya,
hehe.. Meski demikian jika dirasa jumlah
wisatawan terlalu banyak dan crowded,
maka petugas SS dengan anjing-anjing penjaganya
akan memaksa pengunjung untuk menjauh dari pagar, dan bisa pula seketika dengan
tiba-tiba areal itu harus dikosongkan. Mungkin penghuni gedung putih sedang
keluar atau berada dekat dengan taman, siapa tahu.
Itulah prosedur pengamanan di GP
yang kulihat. Tidak parno dan
berlebih-lebihan. SS sadar bahwa disamping sebagai tempat kediaman resmi
presiden AS, GP juga menjadi salah satu destinasi menarik di DC bagi para turis
di dunia. Maka mereka memberikan kebebasan kepada turis untuk mendekat dan
berfoto di depan GP. Siapa sih yang tak bangga bisa berfoto di depan Gedung
Putih? Bila dibandingkan dengan Istana Kepresidenan di Jakarta, mungkinkah kita
dengan mudah dan leluasa berpoto dan bernarsis persis di pagar dan hanya
sepelemparan batu dengan bangunan utama istana? Sepertinya tidak. Bila mereka
mengizinkan turis berpoto dipinggir pagar istana, lalu kenapa di istana
kepresidenan Jakarta tidak. Tampaknya Paspampres kita perlu belajar banyak
dengan SS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar