![]() |
Santap malam di Helena dengan Kel. Lisi Kho |
Saat
aku mengikuti program International Visitor
Leadership Program (IVLP) selama 3 (tiga) pekan, hampir tiap hari diisi
oleh pertemuan yang sifatnya resmi atau diistilahkan business meeting, dengan rekan sejawat dan para partner kerja dari
Amerika Serikat. Kalaupun ada waktu senggang atau lowong, biasanya terjadi di
hari Sabtu dan Minggu, saat weekend menjelang.
Meski demikian, waktu lowong itu tak selamanya kosong melainkan diisi dengan kegiatan
pertukaran budaya, wisata, nonton pertunjukan, ataupun tour mengunjungi
tempat-tempat menarik dan bersejarah di tempat yang kami singgahi.
Saban
akhir pekan biasanya aku dan rekan lainnya diberikan pilihan kegiatan, apakah
ingin tetap stay (beristirahat) di
hotel atau pergi keluar, seperti nonton ballet, nonton pertandingan basket atau
sekadar jalan-jalan pergi ke museum yang banyak terserak di setiap negara
bagian di Amerika. Nah, salah satu hal menarik dalam program IVLP adalah
kegiatan pertukaran budaya yang diberi nama “hospitality”, yakni dijamunya
peserta IVLP yang berasal dari luar Amerika (Indonesia) oleh tuan rumah, sebuah
keluarga, warga amerika. Acara ini biasanya di adakan pas akhir pekan.
Kegiatan
hospitality ini sendiri dimaksudkan agar para peserta IVLP dapat mengetahui
lebih mendalam dan berinteraksi secara intens dan hangat dengan sebuah keluarga
Amerika. Peserta yang berasal dari luar Amerika diharapkan dapat menjalin
hubungan dan kesepahaman, serta tukar menukar budaya dan kebiasaan antar
mereka. Dari kegiatan ini kita dapat mengetahui lebih mendalam apa dan
bagaimana keluarga Amerika, bagaimana kebiasaan mereka, apa yang mereka lakukan
saat makan atau saat berkumpul dengan keluarganya. Saat hospitality itulah mereka
berkisah tentang hidup dan budaya di Amerika. Dan, kita pun diminta
menceritakan tentang budaya dan kehidupan di tanah air kepada mereka sehingga
dicapai saling kesepahaman dan berbagi pengetahuan dan pengalaman diantara anak
manusia yang berlainan budaya dan ras.
Berbeda
saat weekdays dimana penuh dengan
jadwal business meeting, dengan acara
dan pembicaraan yang sifatnya terstruktur dan formal, maka akhir pekan itu diisi
dengan program hospitality. Hal-hal yang sifatnya pribadi atau personal dapat
lebih ditampilkan dalam acara ramah tamah ini. Aku dapat ngobrol secara bebas, bercengkrama, dan bermain dengan keluarga Amerika. Sungguh, kegiatan
ini sangat menarik, sayangnya waktunya tak lama, hanya sekitar 2 hingga 3 jam.
![]() |
Menyiapkan hidangan |
Oh
ya, acaranya sendiri diadakan pas sore hari, menjelang makan malam. Oleh tuan
rumah atau keluarga yang mengundangku, aku dijemput di hotel tempatku menginap
untuk dibawa ke rumah mereka. Setelah acara hospitality (makan bersama) usai
pun demikian, mereka mengantarku kembali ke hotel. Kebetulan tempat atau rumah
yang kukunjungi jaraknya tak terlalu jauh dari hotel, hanya butuh waktu sekitar
30 menit berkendara mobil, sampailah di tujuan, sehingga waktu dan kualitas
pertemuan dengan mereka, ‘keluarga angkat’ ku di Amerika dapat terjalin dengan
hangat dan lama.
Dalam
kegiatan makan malam ini aku dilibatkan mulai dari memasak, menyiapkan makanan
hingga membereskan meja makan. Ya, semuanya dilakukan sembari berbincang hangat
tentang keadaan dan situasi di Amerika. Kita, yakni aku dan mereka, saling
bertanya tentang apa dan bagiaman keadaan dan kebiasaan yang kerap dilakukan di
negara masing-masing.
Selama
mengikuti IVLP ini aku 2 (dua) kali menjalani acara hospitality atau ramah
tamah dengan warga Amerika. Pertama saat berada di kota St. Louis, negara
bagian Missouri, aku dijamu makan malam oleh keluarga (imigran) dari Turki yang
bermukim di kota itu. Keluarga Harun Cilingir namanya. Sebelumnya, keluarga ini
tinggal di New York. Mereka menjamuku dengan masakan Indonesia. Nampaknya istri
Pak Harun pandai memasak makanan Indonesia. Maklum keluarga
ini pernah lama tinggal di Indonesia, di Depok tepatnya. Jadi, ini semacam
reuni dan nostalgia mereka berjumpa dengan orang Indonesia di St. Louis. Mereka
tinggal dengan 3 orang anaknya. Selagi dan selepas santap malam, kami berbicara
mengenai berbagai hal, utamanya tentang budaya Turki. Tak banyak yang
diceritakan tentang Amerika kepadaku. Akupun lebih tertarik mendengar kisah
mereka tentang sejarah dan budaya Turki.
Hospitality
kedua aku dapatkan di Helena, Montana. Beruntung, Aku dua kali mendapatkan
tawaran makan malam. Yang pertama di jamu oleh imigran dari Serawak Malaysia,
yang telah lama bermukum dan menjadi warga negara Amerika. Namanya Lisi Kho. Ia
banyak bercerita tentang kisah hidupnya sewaktu tinggal di Serawak. Lantaran
ada kesamaan budaya dan adat Melayu, maka obrolan kami pun, yang banyak
menggunaakan logat Melayu ketimbang bahasa Inggris menjadi cair dan hangat.
Misalkan saja ia bercerita tentang pangilan bule di Serawak, yakni mereka,
(bule) dipanggil dengan sebutan Mak Saleh. Mendengar kata itu, akupun tertawa.
Entah kenapa orang bule dipanggil “Mak Saleh”.
Hospitality-ku
ketiga (atau yang kedua selama di Helena) adalah bonus. Dikatakan bonus
lantaran tidak tercantum di jadwal resmi yang telah disusun. Ya, ini semacam keberuntungan
bagiku. Ceritanya, karena aku sudah dekat secara personal dengan seorang pendampingku
dari WorldMonta -LSM lokal disana- aku diundang secara khusus untuk berkunjung
ke rumahnya yang asri dan berbukit di selatan Helena. Namanya Shasa Fendrick,
Imigran asal Rusia. Ia tinggal berdua dengan suaminya. Anak dan cucunya tinggal
di Rusia. Shasa sangat hangat menyambut dan menemaniku selama di Helena. Dengannya
aku memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang kehangatan sebuah keluarga Amerika.
Di rumah Shasa inilah untuk pertama kalinya aku dapat menyaksikan turunnya
salju di petang jelang mentari terbenam dari balik jendela rumahnya.
Sangat
disayangkan, meski kegiatan hospitality (home
visit) yang aku jalani bersama dengan beberapa keluarga disana berjalan
dengan baik, namun ada perasaan yang kurang sreg dan puas lantaran aku belum mendapatkan
kesempatan bertemu dengan keluarga “Mak Saleh” sebenarnya, dalam arti yang telah
lama atau bergenerasi tinggal di Amerika. Beruntung aku diundang oleh Shasa sehingga
dapat menyelami lebih mendalam apa dan bagaimana kehidupan para “mak Saleh’ di
Amerika, sehingga kudapatkan perspektif yang berbeda ketimbang bertemu dengan
orang asia.
![]() |
Menyaksikan Pertunjukan Ballet |
Oh
ya, selain Washington DC, ada 2 (dua) kota yang tak sempat ber-hospitality ria yakni Salt Lake City dan
Philadelphia. Di Salt Lake City, kami tiba pada saat weekdays dan hanya tinggal 3 malam saja. Sedangkan di Philadelphia,
meski kami sempat menikmati akhir pekan di kota seribu mural ini, namun CDI,
LSM Lokal yang mengatur agendaku selama disana, tidak mengagendakan acara
tersebut. Sebaliknya, kegiatan hospitality diganti dengan pertunjukan budaya
yakni menonton Ballet pada Jumat petang.
Kunilai
dari kegiatan yang telah di arrange tersebut, tampaknya pihak Kementerian Luar
Negeri Amerika Serikat, selaku pihak yang mengundangku, ingin sekali agar aku tahu,
memahami, dan mengenal lebih dekat warga Amerika dan budaya Amerika, yang
direfleksikan dari kegiatan makan malam dan kumpul bersama keluarga Amerika.
Dan, nyatanya setelah ber-hospitality ini pandanganku terhadap Amerika sangat
berubah.
Makan Malam Bersama Keluarga Amerika judi bola berkualitas Hanya di BOLAVITA
BalasHapusUntuk info lebih lanjut bisa melalui:
whatup : 08122222995
BBM: D8C363CA
Wechat : Bolavita.
Line : Cs_bolavita.
BBM: D8C363CA