Minggu, 19 November 2017

Makan Malam Bersama Keluarga Amerika

Santap malam di Helena dengan Kel. Lisi Kho
Saat aku mengikuti program International Visitor Leadership Program (IVLP) selama 3 (tiga) pekan, hampir tiap hari diisi oleh pertemuan yang sifatnya resmi atau diistilahkan business meeting, dengan rekan sejawat dan para partner kerja dari Amerika Serikat. Kalaupun ada waktu senggang atau lowong, biasanya terjadi di hari Sabtu dan Minggu, saat weekend menjelang. Meski demikian, waktu lowong itu tak selamanya kosong melainkan diisi dengan kegiatan pertukaran budaya, wisata, nonton pertunjukan, ataupun tour mengunjungi tempat-tempat menarik dan bersejarah di tempat yang kami singgahi.

Saban akhir pekan biasanya aku dan rekan lainnya diberikan pilihan kegiatan, apakah ingin tetap stay (beristirahat) di hotel atau pergi keluar, seperti nonton ballet, nonton pertandingan basket atau sekadar jalan-jalan pergi ke museum yang banyak terserak di setiap negara bagian di Amerika. Nah, salah satu hal menarik dalam program IVLP adalah kegiatan pertukaran budaya yang diberi nama “hospitality”, yakni dijamunya peserta IVLP yang berasal dari luar Amerika (Indonesia) oleh tuan rumah, sebuah keluarga, warga amerika. Acara ini biasanya di adakan pas akhir pekan.

Kegiatan hospitality ini sendiri dimaksudkan agar para peserta IVLP dapat mengetahui lebih mendalam dan berinteraksi secara intens dan hangat dengan sebuah keluarga Amerika. Peserta yang berasal dari luar Amerika diharapkan dapat menjalin hubungan dan kesepahaman, serta tukar menukar budaya dan kebiasaan antar mereka. Dari kegiatan ini kita dapat mengetahui lebih mendalam apa dan bagaimana keluarga Amerika, bagaimana kebiasaan mereka, apa yang mereka lakukan saat makan atau saat berkumpul dengan keluarganya. Saat hospitality itulah mereka berkisah tentang hidup dan budaya di Amerika. Dan, kita pun diminta menceritakan tentang budaya dan kehidupan di tanah air kepada mereka sehingga dicapai saling kesepahaman dan berbagi pengetahuan dan pengalaman diantara anak manusia yang berlainan budaya dan ras.

Berbeda saat weekdays dimana penuh dengan jadwal business meeting, dengan acara dan pembicaraan yang sifatnya terstruktur dan formal, maka akhir pekan itu diisi dengan program hospitality. Hal-hal yang sifatnya pribadi atau personal dapat lebih ditampilkan dalam acara ramah tamah ini. Aku dapat ngobrol secara bebas, bercengkrama, dan bermain dengan keluarga Amerika. Sungguh, kegiatan ini sangat menarik, sayangnya waktunya tak lama, hanya sekitar 2 hingga 3 jam.

Menyiapkan hidangan
Oh ya, acaranya sendiri diadakan pas sore hari, menjelang makan malam. Oleh tuan rumah atau keluarga yang mengundangku, aku dijemput di hotel tempatku menginap untuk dibawa ke rumah mereka. Setelah acara hospitality (makan bersama) usai pun demikian, mereka mengantarku kembali ke hotel. Kebetulan tempat atau rumah yang kukunjungi jaraknya tak terlalu jauh dari hotel, hanya butuh waktu sekitar 30 menit berkendara mobil, sampailah di tujuan, sehingga waktu dan kualitas pertemuan dengan mereka, ‘keluarga angkat’ ku di Amerika dapat terjalin dengan hangat dan lama. 

Dalam kegiatan makan malam ini aku dilibatkan mulai dari memasak, menyiapkan makanan hingga membereskan meja makan. Ya, semuanya dilakukan sembari berbincang hangat tentang keadaan dan situasi di Amerika. Kita, yakni aku dan mereka, saling bertanya tentang apa dan bagiaman keadaan dan kebiasaan yang kerap dilakukan di negara masing-masing.

Selama mengikuti IVLP ini aku 2 (dua) kali menjalani acara hospitality atau ramah tamah dengan warga Amerika. Pertama saat berada di kota St. Louis, negara bagian Missouri, aku dijamu makan malam oleh keluarga (imigran) dari Turki yang bermukim di kota itu. Keluarga Harun Cilingir namanya. Sebelumnya, keluarga ini tinggal di New York. Mereka menjamuku dengan masakan Indonesia. Nampaknya istri Pak Harun pandai memasak makanan Indonesia. Maklum keluarga ini pernah lama tinggal di Indonesia, di Depok tepatnya. Jadi, ini semacam reuni dan nostalgia mereka berjumpa dengan orang Indonesia di St. Louis. Mereka tinggal dengan 3 orang anaknya. Selagi dan selepas santap malam, kami berbicara mengenai berbagai hal, utamanya tentang budaya Turki. Tak banyak yang diceritakan tentang Amerika kepadaku. Akupun lebih tertarik mendengar kisah mereka tentang sejarah dan budaya Turki.

Hospitality kedua aku dapatkan di Helena, Montana. Beruntung, Aku dua kali mendapatkan tawaran makan malam. Yang pertama di jamu oleh imigran dari Serawak Malaysia, yang telah lama bermukum dan menjadi warga negara Amerika. Namanya Lisi Kho. Ia banyak bercerita tentang kisah hidupnya sewaktu tinggal di Serawak. Lantaran ada kesamaan budaya dan adat Melayu, maka obrolan kami pun, yang banyak menggunaakan logat Melayu ketimbang bahasa Inggris menjadi cair dan hangat. Misalkan saja ia bercerita tentang pangilan bule di Serawak, yakni mereka, (bule) dipanggil dengan sebutan Mak Saleh. Mendengar kata itu, akupun tertawa. Entah kenapa orang bule dipanggil “Mak Saleh”.

Hospitality-ku ketiga (atau yang kedua selama di Helena) adalah bonus. Dikatakan bonus lantaran tidak tercantum di jadwal resmi yang telah disusun. Ya, ini semacam keberuntungan bagiku. Ceritanya, karena aku sudah dekat secara personal dengan seorang pendampingku dari WorldMonta -LSM lokal disana- aku diundang secara khusus untuk berkunjung ke rumahnya yang asri dan berbukit di selatan Helena. Namanya Shasa Fendrick, Imigran asal Rusia. Ia tinggal berdua dengan suaminya. Anak dan cucunya tinggal di Rusia. Shasa sangat hangat menyambut dan menemaniku selama di Helena. Dengannya aku memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang kehangatan sebuah keluarga Amerika. Di rumah Shasa inilah untuk pertama kalinya aku dapat menyaksikan turunnya salju di petang jelang mentari terbenam dari balik jendela rumahnya.

Sangat disayangkan, meski kegiatan hospitality (home visit) yang aku jalani bersama dengan beberapa keluarga disana berjalan dengan baik, namun ada perasaan yang kurang sreg dan puas lantaran aku belum mendapatkan kesempatan bertemu dengan keluarga “Mak Saleh” sebenarnya, dalam arti yang telah lama atau bergenerasi tinggal di Amerika. Beruntung aku diundang oleh Shasa sehingga dapat menyelami lebih mendalam apa dan bagaimana kehidupan para “mak Saleh’ di Amerika, sehingga kudapatkan perspektif yang berbeda ketimbang bertemu dengan orang asia.

Menyaksikan Pertunjukan Ballet
Oh ya, selain Washington DC, ada 2 (dua) kota yang tak sempat ber-hospitality ria yakni Salt Lake City dan Philadelphia. Di Salt Lake City, kami tiba pada saat weekdays dan hanya tinggal 3 malam saja. Sedangkan di Philadelphia, meski kami sempat menikmati akhir pekan di kota seribu mural ini, namun CDI, LSM Lokal yang mengatur agendaku selama disana, tidak mengagendakan acara tersebut. Sebaliknya, kegiatan hospitality diganti dengan pertunjukan budaya yakni menonton Ballet pada Jumat petang.


Kunilai dari kegiatan yang telah di arrange tersebut, tampaknya pihak Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, selaku pihak yang mengundangku, ingin sekali agar aku tahu, memahami, dan mengenal lebih dekat warga Amerika dan budaya Amerika, yang direfleksikan dari kegiatan makan malam dan kumpul bersama keluarga Amerika. Dan, nyatanya setelah ber-hospitality ini pandanganku terhadap Amerika sangat berubah.  

1 komentar:

  1. Makan Malam Bersama Keluarga Amerika judi bola berkualitas Hanya di BOLAVITA
    Untuk info lebih lanjut bisa melalui:
    whatup : 08122222995
    BBM: D8C363CA
    Wechat : Bolavita.
    Line : Cs_bolavita.
    BBM: D8C363CA

    BalasHapus